Monday, September 27, 2010

Ke Negeri Seberang

Ku dengar ia tengah ada di sebuah negeri nun jauh
Ku kira ia tengah di pondok mungilnya di tepi sungai
Rupanya tidak, ia terbang lagi, seperti yang pernah ia lakukan
Namun kali ini ia berjanji tidak lama akan kembali pulang
ke pondok mungilnya, ke tepi sungainya

Ia terbang ke negeri seberang, katanya untuk belajar menulis
Bukan untuk menuntaskan dahaganya ttg Newton, Einstein, ataupun Adam Smith
Apa yang tengah ia perbuat?
Aku bertanya-tanya, heran dibuatnya

Kau sudah pandai menulis,kawan... sangat pandai bahkan.
Mengapa kau harus belajar menulis ke negeri asing itu?
Bukankah kau bilang tanahmulah harta karun inspirasi itu?
tanahmulah pembuka seluruh lakon tulisanmu?
Apa yang akan kau pelajari di negeri asing itu?
Apa ilmunya bisa kau pakai untuk lebih mengenal tanah inspirasimu?

Kau berharap,sepulang dari sana kau bisa menulis lebih baik
Kawan, aku membutuhkan isi hatimu, bukan teknik menulismu
Ku harap kau dapat pelajaran soal hati, soal menulis dengan hati
itu lebih baik, sangat lebih baik kawanku

Ah, tau apalah aku ini
Soal tulis menulis, butalah aku ini
Tentu kau berjuta lebih mengerti ketimbang aku
Toh, karena kau berkelanan ribuan hari di negeri baratlah
Kau bisa mengeluarkan isi hatimu dan mempersembahkannya bagi kami
yah, semoga petualanganmu saat ini juga memberi energi baru
untuk menggali lebih dalam tanah harta karun inspirasimu

semoga kau lekas pulang, lekas menemui sungaimu
lekas kembali ke pondok mungilmu dan mulailah menyusun kata demi kata harta karun itu
Aku menunggumu, kawan, selalu menunggumu
bagiku kini, menunggumu menjadi bagian yang menyenangkan dalam hidup


*juga, untuk pelayan warung kopi yang kini tengah belajar menulis di negeri bernama Amerika

Seorang Kawan

Darinya aku mendapat sapaan hangat,
"Kawan..", begitu selalu di ujung kalimatnya.
Lantas dunia seperti berubah menjadi sendu,
Pelangi seperti terurai warnanya,
bergantian, mewarnai jiwaku.

Kusadari, betapa hati ini rindu, pada sapa itu.
"kawan.." Ah, indah nian.
Seperti akhirnya ku menemukannya, setelah panjang penantian.
Dia yang yang menyapaku kawan, akhirnya hadir.

"Kawan.." di ujung kalimatnya seperti mantra sihir,
menyihirku memasuki dunia kalimat demi kalimatnya...
Terbuai dengan elok bahasanya, dengan kisah-kisah ajaibnya.

aku merasa seperti Alice, yang mengikuti sang kelinci hingga ke Wonderland.
dan memang akhirnya sampai aku ke wonderland,
oh..tidak, ini lebih menakjubkan!

Dunianya sederhana, tapi punya berjuta cerita.
disana kita tertawa, terbahak, tersenyum, tersipu...
di sana kita seperti ribuan kali jatuh cinta...
bahagia... itu saja yang ada.

Dia ada, dia nyata... seseorang yang menyapaku kawan.
Terima kasih telah ada, kawan.



*untuk seorang pelayan warung kopi berambut ikal.

Sunday, September 26, 2010

Menulis

Dulu, waktu saya SD, kalo ditanya cita2, saya selalu bingung... yang saya pahami (waktu itu) adalah kita semestinya bercita2 sesuai dengan pelajaran yang kita kuasai di sekolah. Misal,kalo jagoan matematika berarti bisa jadi guru matematik, pengusaha, ahli keuangan, atau mentri ekonomi. Kalo jago IPS, bisa jadi Lurah, Camat,Bupati, bahkan sekjen PBB (maklum anak SD,masih cetek pikirannya). Kalo jago olah raga, ya jadi atlit. Kalo jago IPA, jadi ilmuwan, dokter, astronot, ato kepala sekolah (dulu kepseknya merangkap guru IPA). Nah,kalo jago pelajaran agama, pasti jadi Da'i. Dan saya, saya menganggap saya agak lumayan di bahasa Indonesia,tapi bagian mengarangnya doang.Paling kecil saya dapet nilai 7 buat mengarang (emang ada ya mengarang dapet 6??).Itu yang saya tau.. yang saya tidak tau (pada waktu itu) adalah, mau jadi apa ya kalo jago mengarang,itupun gak jago sebenernya,lumayanlah.

Padahal eh padahaal...kenyataannya banyak yang bisa jadi profesi bagi seorang pengarang ulung! andai saya dulu tau... jadi PENULIS. Profesi yang tidak pernah saya dengar ketika saya SD di kampung nun terbelakang kala itu (yang kalo pengen pipis,kita bisa pilih mau di bawah pohon apa.. terbelakang banget kan?). Gak pernah saya bercita2 jadi penulis. Bahkan terpikir nanti gede bakal nulis apa juga gak pernah.

Barulah, ketika kuliah... saya tau,bahwa menulis adalah sebuah profesi, bahkan lebih dari itu saya memahami bahwa menulis itu adalah sebuah aktualisasi diri. Menulis adalah kunci, bagi dunia untuk menjangkau diri kita. Untuk bisa menjadi sarjana, saya harus menulis lebih dari 80 halaman skripsi, dan skripsi itulah manuskrip pertama saya bagi dunia. Bagian dari mushaf sejarah hidup kita.

Ada jaman prasejarah dan sejarah. kalo gak salah, seingat saya yang memebedakan 2 jaman itu adalah adanya peninggalan yang dianggap "tulisan". Jadi jaman sejarah ditandai oleh munculnya peninggalan semacam prasasti yang menggambarkan kondisi dunia kala itu. Disitulah sejarah dimulai.

Maka untuk saya sekarang, menulis adalah merangkai sejarah. Bukan tentang sejarah biofisik diri saya semata, tapi untuk ikut menulis tentang dunia. Dunia saat ini, saat kita berpijak,hidup,eksis,dan menjadi seseorang.

Tulisan kita,tentang apapun di dunia ini, akan menjadi indera masa depan tentang jaman ini. Lebih dari sekedar sejarah, tulisan kita kelak, mungkin (semoga), akan menjadi inspirasi untuk membangun peradaban yang lebih baik dari hari ini.

Maka,menulislah, siapapun kita, apapun yang kita tau, dimanapun kita, sepanjang yang kita yakini untuk ditulis itu bisa bermanfaat,tulislah. Meski tak ada yang membaca, tulisan kita bisa menjadi cerminan bagi diri sendiri, kadang bahkan, kita bisa terkejut oleh tulisan kita. Coba aja ;)