Monday, December 23, 2013

Sekolah Dasar

Alias SD.
Sebulan terakhir ini, kepala diisi dengan segala macem tentang eSDe. Karena pada bulan Desember ini, hampir sebagian besar SD swasta tutup pendaftaran. Pedaftaran buat tahun ajaran 2014-2015! Bayangkan.. ck,ck,ck.. fyuh!

www.itsschooltime.com

Yang membuat kepala saya dipenuhi persoalan SD ini tidak lain tidak bukan adalah, Nawla. Agustus 2014 doi genap 6 tahun (Owwh.. my baby!), dan saya memang berencana memasukkannya ke SD. Untuk SD negeri, gak akan ada harapan masuklah, mengingat umur Nawla yang kurang dari ketentuan masuk SD negeri. Selain itu, saya kok gak tralu minat ya ama SD negeri? huehehe...

Jujur aja, persoalan SD untuk Nawla ini sangat penting buat saya. Ini adalah sebuah anak tangga berikutnya. Emosi dan deg-degannya sama kayak saya mau nyapih Nawla atao pas pertama kali bawa Nawla ke Playgroup. Ini SD boo! Nawla bakal 6 tahun di situ (kalo gak pindah-pindah, Insya Allah) dan memulai kehidupannya sebagai Anak usia sekolah, dan menanggalkan titel balitanya. The Baby is growing, upper an upper.

Selama sebulan, tak ada hari tanpa browsing SD, sms/WA temen yang udah sekolahin SD anaknya, SKSD ama emak-amak yang udah punya anak SD, dan sebagainya. Namanya juga usaha... Berbekal alamat dan kontak beberapa SD yang direkomendasi beberapa narasumber tadi, saya memulai penjelajahan mengarungi Jakarta, mencari sekolah. Ini Ibu Kota, mencari sekolah tentu seperti mencari jerami di tumpukan jerami. Gampang! Iyalah.. Tapi saya gak minat dengan SD kebanyakan, yang belajar dengan gaya konvensional, searah, berorientasi pada hasil dan segalanya seperti jaman saya sekolah dulu. Maaf jika ada yang tersinggung, tapi soal pendidikan, di era sekarang ini, boleh dong disamakan dengan selera? setiap orang berhak untuk memutuskan pendidikan mana yang ia yakini. Boleh kan?

Saya sengaja berkendaraan umum, untuk ngukur gimana jarak dan tranportasi ke sekolah itu. Turun naik Kopaja, ojek, angkot, beneran keliling cari sekolah. Udah macam sarjana muda mencari kerja deh pokoknya..

Ada beberapa yang langsung blacklist, gak cocok karena menurut saya masih terlalu konvensional, ada juga yang langsung  blacklist karena uang masuk dan SPPnya bikin migren seketika! Padahal konsepnya keren banget, deket lagi dari rumah! Tapi ya sudahlah.. emang bukan rejeki. Sempat terpikir sih jual mobil demi bayar uang masuk... Ya Tuhaaan.. itu sekolah mahal bener sih yak??

Sampai di  hari-hari terakhir menjelang tanggal tutup pendaftaran beberapa sekolah, saya belum juga nemu. Masih ada beberapa list sekolah yang harus saya datangi, dan saya cuma punya waktu 1 hari lagi. Hingga di pagi terakhir masa pendaftaran, saya tiba-tiba terpikir untuk menghubungi seorang teman di daerah Ciganjur. Anaknya sekolah di sebuah sekolah yang saya lupa namanya (dan rasanya tidak masuk list saya). Saya kontak dia, rencananya mau nanya soal sekolah alam di daerah itu. Tapi entah kenapa saya malah nanya anaknya sekolah di mana. Dia bales WA lama juga, padahal udah jam 9an. Pas saya baca nama sekolahnya, langsung saya browsing. Itu adalah pertama kalinya saya membaca situs sekolah tersebut. Dan saya tiba-tiba langsung memutuskan untuk mendatangi sekolah tersebut. Padahal rencana sebelumnya saya mau ke sebuah sekolah di Pasar Minggu yang cukup dekat dengan rumah, baru setelah itu ke Sekolah Alam di Ciganjur. Saya sudah telp 2 sekolah itu.Tapi saya putuskan untuk tidak jadi ke pasar minggu, tapi langsung ke Ciganjur, menuju sekolah anaknya teman saya itu. Berdua Nawla yang masih batuk-batuk karena alerginya yang kambuh di udara lembab seperti sekarang ini, kita naik kereta ke Lenteng Agung, tanpa tahu di mana sekolah itu tepatnya berada. Di kasih alamatpun saya gak mudeng sama sekali. Ciganjur masih sangat asing buat saya. Turun dari Kereta, paling  masuk akal adalah cari tukang ojek. Alhamdulillah mereka kenal dengan nama jalannya. Ternyata jaraknya lumayan jauh juga dari stasiun. Sempet jiper juga.. rasanya ini kejauhan buat Nawla (padahal sebelumnya saya sempat survey sampai Depok juga).

Sampai di sekolah itu. Sederhana sekali sekolahnya. Mungil dan  Asri. Saya ketemu dengan salah satu bagian Adminnya. Ketika saya tanya apakah masih buka pendaftaran? saya malah ditanya balik, "Ibu mau ambil undangan?" Bingung deh. Akhirnya semua dijelaskan, barulah saya ngeh, ini adalah hari terakhir pengembalian formulir. Formulir pendaftaran siswa baru? Oh, bukan. Formulir untuk mengikuti Seleksi Orang Tua sebagai Mitra Sekolah. Wak waw... Jadi apabila saya mendaftar, itu artinya saya siap dites apakah saya layak menjadi orang tua yang bermitra dengan sekolah itu dalam mendidik anak atau tidak. Tesnya bukan berupa tes tulis atau tes wawancara sekali jalan, tes ini adalah serangkaian proses yang harus dilakukan orang tua di rumah, sebelum memasukkan anaknya ke sekolah tersebut. Tes ini adalah sebuah ujian pada proses, bukan pada hasil.

Ada sedikit pencerahan di hati. Kayak feeling. Feeling kalo ini adalah sekolah yang baik untuk Nawla. setelah melihat-lihat sebentar kondisi kelas dan aktivitas siswanya, saya akhirnya mendaftar. Ternyata uang pendaftarannya gede juga.. iya sih, soalnya ini sekalian biaya Seminar dan Asesment orangtua selama 3 minggu oleh sekolah. Sebenernya sih angkanya wajar aja, tapi jumlah uang pendaftaran itu setara dengan jumlah uang di dompet. Saya pikir, jumlah uang yang saya bawa cukup banyak untuk keliling hari itu.. ternyata dompet langsung kosong seketika. Yang tersisa adalah beberapa receh yang saya sendiri gak yakin cukup utnuk membayar ojek yang saya suruh nunggu di depan, karena agak susah cari ojek dekat sekolah itu. Tapi ya sudahlah, ntar bisa mampir ATM, pikir saya. Lalu, saya mendapat formulir untuk diisi. Bukan formulir tepatnya, tapi buku Biografi. Biografi tentang Nawla. Pantes aja, pada ngisi di rumah... Gak ada pilihan lain, saya harus mengisi "Buku Biografi" saat itu juga. Ngos-ngosan.. hampir 2 jam saya di sekolah itu. Untung Nawla cukup enjoy selonjoran di lantai ruang Admin.

Selesai semua, saya coba mantapkan hati, mumpung jumat juga, banyak-banyak doa.. semoga saya melakukan hal yang benar. Akhirnya saya pulang. saya harus segera pulang, karena Jumat siang adalah jamnya Friday Fun Club Nawla bersama teman-teman sekomplek dan saya jadi pembaca buku di situ (ini adalah pengembangan dari Friday Reading Club ). Ternyata si tukang ojek tadi menghilang. Mungkin kelamaan nunggu dan bete.. (pasti bete banget tuh..). Maaf yaah.. Hikmahnya, uang saya masih cukup buat beli tiket kereta, hehe..

Apa sih sekolahnya?
Ini adalah Tetum Bunaya . Di Jl.Timbul, Jagakarsa, Ciganjur.
Sabtu pagi, saya harus hadir di Gedung Apung UI untuk mengikuti 4 jam "ngobrol" dengan Bu Alzena Masykouri, Psikolog yang akan mendampingi program ini. Oya, nama program seleksi ini keren deh : Menjadi Orang Tua yang Bertumbuh (MOTyB). Kalimat inilah yang membuat saya akhirnya memutuskan untuk ikut mendaftar.

Masih ada hari-hari panjang yang harus saya (dan suami) lalui untuk menjalankan proses Menjadi Orang Tua yang Bertumbuh ini. Lalu bila lolos seleksi masih ada tahapan berkiutnya. Analogi yang dipakai adalah biji menuju pohon yang tumbuh. Tahap yang baru saya jalani ini adalah tahap "Tunas". Sampai 3 minggu ke depan. Dan apa yang saya dapat selama "baru" 2 hari ini? hanya satu hal; kesadaran penuh sebagai orang tua. Dan bila diuraikan, sesuangguhnya itu lebih banyak dari yang saya peroleh dari seluruh literatur yang saya baca selama menjadi Ibu 5,5 tahun ini.

Apakah saya akan lolos seleksi? tentu saja hanya Allah yang tahu. Tapi rasanya saya setuju dengan Mba Endah, sang pendiri sekolah ; "Nikmatilah proses dalam program ini, soal lulus seleksi, itu adalah bonus". (Sebenernya bingung juga kalo gak lulus... mesti cari SD ke mane lagii...?? T_T)

Baiklah. Mari kita jalani. Bukan jalani tes ini semata, tapi jalani proses menjadi orang  tua yang bertumbuh bersama anak.

Bismillah.

:)


Sunday, December 1, 2013

Rain-Hujan (Bukan bintang korea)

Its taken from here

Its December.
Its  a rain falls.

A rare weekend i do. Just stay at home.
Sometime, the best travelling is in ur home. Make a deep journey to ur life, in every single detail. I think, i do agree with that.

Karena Nawla yang sedang sakit dan badan yang sedikit lesu, kami memilih berakhir pekan di rumah saja. Bukannya sombong sih, gak pernah wiken di rumah. Tapi karena sejujurnya rumah kami agak.. "kurang luas" buat refreshing. hehe. Jadi kami lebih sering numpang wiken  di tempat lain di mana kami bisa ngantongin udara segar untuk persediaan seminggu ke depan.

Niatan wiken di rumah ini didukung oleh cuaca mendung dan hujan subuh  yang menderu, sampai menciptakan raindrops indah di jendela lantai 20 kami. Sayang, gak sempet moto.. tadi milih selimutan aja. 

Ooowh... its feeling the rain! Do u feel the same, my friends?
Feeling rain, feeling blue.. gloomy.. meloww.. apalah...
Banyak yang bilang, hujan datang membawa sejuta inspirasi. karena itulah banyak penulis cinta pada hujan. Seringkali inspirasi berbanding lurus dengan derasnya hujan. Begitu katanya. Iya sih. Jadi ingat setahun yang lalu, hampir seluruh novel saya, saya tulis ketika hujan. Entah ini membenarkan hipotesa itu atau hanya kebetulan saja. Untuk membuktikannya, sebaiknya saya mulai menulis novel lagi. Dan kita lihat, apakah bisa rampung ketika musim panas datang? Hohoho... *ketawa miris*

Okeeey.. setelah seminggu lebih bergumul dengan sinus maksilaris yang tiba2 datang lagi setelah lama meninggalkan saya, dan sejujurnya saya berharap kami tak pernah berjumpa lagi, mari  kita sambut Desember nan syahdu  ini dengan laptop yang membara! Semoga semua kerjaan bisa beres, dan sebuah cerita bisa terangkai. 
Semoga Nawla juga cepet sehat dan kita bisa liburan, yeaaaay!!(padahal sebagai ibu RT, everyday is holiday beybeh!)

Well, actually, its a nice weekend to us. Enjoying Saturday and Sunday in no where, just at home, do like weekdays but no need to worry about work and school. Simply way to relax.

Happy rainy, everyone! Saatnya pamer coat keren ala ala korea! hahahah!
Cheers! *Angkat cangkir hot peppermint tea*