Saturday, June 3, 2017

Masih dalam cerita Komunikasi Dengan Anak.

Hari ke-2 kelewat untuk review, karena pekerjaan yang numpuk sekali dan malam yang terlalu lelah, hehe.

Baiklah kita coba review hari ini. Hari ke-3. Sabtu, 3 Juni 2017.


Pekerjaan masih numpuk, karena memang target selesai minggu depan, sehingga ramadhan ini saya cepat meninggalkan segala urusan, utk bs lebih konsen ibadah dan mengurus keluarga. Ketat sekali waktu yang ada, antara mengurus keluarga juga mengejar deadline. Tapi ini kan hal yang biasa terjadi pada siapapun, belajar untuk lebih mengelola waktu memang pelajaran yang tidak pernah selesai, kuncinya hanya kita jangan menyerah untuk memperbaiki diri dan manajemen waktu. Faktanya di lapangan, susyaaaaah :))


Jujur saja, saya belum bisa mempraktekkan komunikasi produktif dalam setiap saat dengan anak. Sesekali  harus lihat "contekan" materi Komprod dulu, hehe. Bisa dibilang hubungan saya dan Nawla snagat intens, Nawla tuh doyaaaaan sekali ngomong sama ibunya. Segala hal diomongin, ditanyain, kadang gak liat konteks. Lagi ada tamu datang, dia tiba2 "nyela" ngajak ibunya ngebahas teman sekolahnya. Atau kalo sudah nanya, pasti ekor pertanyaannya panjang. Kadang saya merasa, Nawla selalu punya cara untuk pokoknya-gimana caranya-ibu bisa terus perhatiin dia, hehe. Itulah yang sering membuat saya tidak bisa setiap saat mengamalkan materi ini, paling tidak untuk saat2 sekarang yang lagi full banget. Idealnya sih saya sadar, komunikasi produktif haruslah bisa dilakukan setiap saat. Baiklah, latihan sudah dimulai, semoga hasilnya baik, Bismillah.


Materi komprod hari ini saya praktekkan dalam diskusi saya mengenai pemakaian (baca :pinjam) kamar Nawla sebagai "ruang menyusui" Ibu-ibu tamu Buka Puasa bersama yang akan diadakan besok di rumah kami. Total tamu yang hadir sekitar 50 orang, sangat banyak untuk rumah kami yang ukurannya ngepas banget, hehe. Sebagian besar ibu2nya masih punya anak bayi dan toddler. Maka untuk men-set tempat agar efektif untuk menampung semua tamu, kami optimalkan semua ruang, kecuali kamar tidur utama. Nawla sempat keberatan, kenapa gak pake kamar ibu aja (kamar tidur utama) untuk ruang menyusui, Nawla gak mau kamarnya berantakan. Begitu  katanya. Walau pada kenyataannya hari inipun kamar berantakan karena dia "ngasuh" 3 anak tetangga, hehe. Saya tau dia keberatan karena dia besok akan banyak anak kecil yang belum ia kenal. Pada dasarnya Nawla adalah anak yang pemalu, tapi jika sudah kenal, maka dia bisa jadi lebih supel. Dan harus menghadapi anak-anak yang belum dikenal (banyakpula!)  besok, dia agak "grogi" juga, jadilah dia menolak ide untuk meminjamkan kamarnya. Ketika tarawih barusan, dia masih aja manyun. Saya agak kesal juga, tapi mungkin lebih ke karena badan yang cape (Ini juga yang saya perlu garis bawahi, bahawa untuk bisa selalu berkomunikasi produktif dnegan anak, kita sebagai orang tua harus punya energi yang cukup. Karena jika badan secara fisik lelah, psikis jelas tidak stabil). Jika sudah cape begini,s aya memilih diam dan mempending diskusi. Abis sholat, saya diam dulu, Nawla juga diam (ngambek). Kalo ikutin emosi sih, saya inginnya tegas aja, pokoknya besok Nawla nurut aja yah, bakali byk tamu, jangan bikin repot. Sempet terpikir mo ngomong gitu... tapi cepet2 buka "contekan", hehe.. baiklah.. mending minum dulu, cooling down dulu. Tarawih buat bumil perut berat cukup melelahkan juga sih. Sementara Nawla abis solat lgsg sikat gigi dan naik ke kasur, pasang selimut. Saya kira dia sdh tidur, ternyata belum. Dari gesturnya dia terlihat tidak nyaman. Dia memang begitu, kelihatan sekali tidak nyamannya jika sedang "marahan" dengan ibunya.

Baiklah, ketika saya sudah merasa lebih tenang, saya coba dekati dia, belai kepalanya, dan bertanya dengan intonasi yang lembut, kenapa dia terlihat kesal? Marah ya sama Ibu? maafin ibu ya.. Nawla kenapa? Kalo sudah dengar ibunya minta maaf duluan, dia langsung luluh... sebenarnya mudah mencairkan suasana dengannya, asal saya mau melepaskan ego sebagai orang tua  yang "selalu merasa benar" (Ya Allah, semoga Kau berkenan bantu hamba lepas dari perasaan semacam itu...)
Nawla menjawab, masih kesal urusan kamar. Akhirnya saya coba menjelaskan lagi semua dengan baik2, lebih tenang dan persuasif. Saya katakan kamar utama tidak bisa dipakai untuk tamu, pertama tidak sopan, karena ini ruang yang sangat pribadi. Seperti halnya jika kita berkunjung ke rumah siapapun, termasuk ke rumah Eyang, kamar tidur yang punya rumah adalah ruang yang sebaiknya tidak kita masuki sembarangan. Lalu saya tambahkan, bahwa rumah kita tidak besar, bisa jadi setelah acara selesai, Semua ruang berantakan, dan Ibu kalo malem, badan sudah berat sekali, mungkin gak sempat beres2, paling tidak, ada satu kamr yang masih beres, yaitu kamar tidur utama, karena tidak dibuka untuk tamu, jadi kita bisa beristiharat nyaman setelah acara. Dan Nawla boleh tidur di kamar Ibu jika memang kamar nawla berantakan oleh tamu dan gak sempat dibereskan. Akhirnya Nawla setuju. Dan ngambeknya hilang, dia minta dipeluk2 ibunya, rutinitas kami setiap sebelum tidur. Tapi karena ini malam minggu, Papa ada di rumah, giliran Papa yang mengantar Nawla tidur dengan cerita2 Nabi. Maka ketika papa nemenin Nawla, saya bisa melipir, nulis laporan ini, hehe...

Sekian cerita hari ini. Semoga besok2 saya makin jago komprodnyaaa, amiiin!

Thursday, June 1, 2017

Komunikasi Produktif Hari 1

Kamis, 1 Juni 2017.

Setelah terhuyung-huyung baca materi Bunsay tentang Komunikasi Produktif, hehehe. Makin pening kepala, hahaha! Tapi sesungguhnya di lubuk hati saya yang terdalam, saya pengen banget bisa berkomunikasi dengan anak dan pasangan sekeren materi yang dikasih. Dan isi materi itu sesungguhnya sudah cukup sering mampir di kepala, entah siapa yang mengingatkan, tapi saya tahu Allah selalu mengingatkan saya sejak dulu untuk jadi IBU YANG BAIK. Sayanya aja yang suka ndablek.. hehe..


Hari ini libur, puasa, dengan pekerjaan Ibu dan Papa yang sedang numpuk-numpuknya. Sejak kemarin mikir, Nawla gimana ya libur hari ini. Semalam sebelum tidur, setelah tarawih,  seperti biasa, saya ngelonin Nawla, ngobrol sana sini dulu, tentang apa saja. Saya coba menawarkan sesuatu, "Nak, besok ibu kasih hadiah deh, Nawla boleh maen mandi bola di Margo City yang Nawla pengen dari lama itu, tapi Ibu boleh ya sambil kerja di situ?" Seneng dong Nawla! Udah lama dia pengen main di sana, dan buat saya kerja disitu  bisa sedikit mengurangi rasa bersalah karena gak bisa nemenin Nawla. Sungguh, saya itu ibu yang pencemas dan penggalau sekali... jadi kalo lg byk kerjaan, anak gak keperhatiiin, saya jadi desperado sendiri, dan itu "nyetrum" ke nawlanya, yang bikin dia gak enjoy kalo gak ada temen. Nawla susah sekali untuk "menikmati" main sendirian sampai sekarang di usia menjelang 9 tahun. Entahlah itu mengkhawatirkan atau tidak, saya masih terus belajar memperbaiki banyak hal, salah satunya komunikasi ini.


Tibalah hari ini. Dari subuh saya udah pegang laptop meneruskan pekerjaan. Nawla tidur lagi. Menjelang jam 7 saya gak kuat ngantuk, karena kemaren kurang tidur juga, akhirnya saya memilih tidur, mengingat sedang hamil dan seharusnya tidak overwork begini. Gak lama saya tidur, Nawla bangun, saya antara sadar dan tidak sadar, tapi Nawla gak bangunin saya ato papanya, dia main sendiri, entah main apa. Sempet terbersit rasa kasihan, tapi saya ngantuk berat. Sampai stengah jam kemudian saya milih bangun. Saya ajak dia sholat duha. Nawla nanya, jadi ke Margo Bu? Duh, udah janji, tapi sebenernya badan saya lemas sekali. Tapi saya ngangguk aja sambil hati lagi2 galau.. Pengen rasanya mengadakan lobi tingkat tinggi dengan Nawla untuk membatalkan janji ke Margo, tapi sungguh gak tega.. di satu sisi saya jg perlu beresin kerjaan, di sisi lain pengen Nawla senang, dan di sisi lainnya lagi, pengenya tidur aja sehariaan! hahaha... *Bumil encok

Namun, say amemilih untuk pegang janji. Sambil doa semoga semua bisa berjalan sesuai harapan. dan yaaak, pertolongan Allah datang! Masya Allah deh... tetangga WA, boleh gak anaknya main di rumah Nawla seharian? Anaknya adalah adik kelasnya Nawla di sekolah, kami tetanggan, tapi beda blok agak jauh, Nawla suka main sama anak ini, Kalma namanya. Mereka teman baiklah pokoknya. Akhirnya, saya bilang ke Nawla, Kalma mau main nih seharian, gmn jadi ke Margo gak? (ke Margo gak bisa seharian, saya janjikan sebelum ashar sudah pulang, karena kami berprinsip sejak bertahun-tahunlalu, untuk sebisa mungkin buka puasa di rumah, dan tidak ke mall). Nawla ternyata milih main sama Kalma! Yeaaay! Ibu happy banget. Itu artinya, nawla bisa anteng main, dan Ibunya bisa bekerja tanpa rasa bersalah-bersalah banget, hehe... Alhamdulillah. Semua happy, ibu happy walo klenger depan laptop, hehe.. Nawla dan Kalma produkstif mainnya, bersihin kolam, bikin komik, yoga bareng, bikin es jelly untuk buka dan akhirnyaaaa... karena hujan, Kalma sampai nginep deh malam ini! Saya jadi punya waktu buat ngerjain tugas ini di sela kerjaan saya, Alhamdulillah...

Praktek komunikasinya dengan Nawla? mungkin yang semalam itu, sebelum tidur. Tapi sebenarnya, di umur Nawla yang sekarang, saya cukup mudah berkomunikasi dengan efektif dan produktif dengan dia, yang susah adalaaaah.... pegang komitmennya! Terutama ibunya, hahaha! Duh! Daaan demi menjadikan komunikasi semalam itu sebagai pembicaraan yang penuh komitmen, saya upayakan sekuat tenaga untuk komit dengan janji. Tapi Allah Maha Baik, saya malah dikasih solusi yang jauuuh lebih baik. Alhamdulillah.. Alhamdulillah...

#level1
#day1
#tantangan10hari
#komunokasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Monday, January 23, 2017

211-0645

The Numbers to be remembered.



A beautiful experience.
Mungkin kata ini lebih tepat. Saya tidak menemukan istilah lain yang lebih pas untuk pengalaman yang saya alami bersama Nawla dan Yhan pada suatu hari beberapa waktu yang lalu. Hari di mana ada detik kita menahan nafas dan berfikir, I can't ask for more, Allah... Tak ada yang bisa kami minta lebih daripada ini. Hari di mana, Allah ada di jarak terdekat yang tak pernah kita tau ada jarak sedekat itu denganNya.  Hari di mana akan menjadi penghuni tetap memori di dalam jiwa kami, yang bisa kami kenang bersama hanya dengan saling menatap bertiga - mungkin nanti berempat.


Kami kehilangan satu hal. Tapi diberikan satu hal lain yang lebih besar dari apapun yang bisa kita dapatkan di muka bumi ini. Hidup yang seakan terlahir kembali. Mungkin menjadi manusia yang tidak sama lagi. Mungkin akan lebih berat, mungkin juga tidak. Kami tidak tahu. Yang kami tahu, isi hati dan kepala diganti baru oleh Allah. Apa yang bisa kita minta lebih dari ini? Bahkan sampai detik ini, saya masih malu-malu berdoa, untuk sekedar minta agar mual-mual agak mereda. Tapi dibanding apa yang telah Allah beri, apalah mual-mual dan tubuh lemah belakangan ini... gak ada artinya.


Di dalam karunia di hari itu, sayapun diberi pengalaman indah lainnya oleh Allah. Pengalaman sebagai Ibu dari 2 anak. Antara saya, Nawla dan jabang bayi yang sedang berkembang beberapa minggu di rahim. Detik-detik terasa berjalan lebih lambat dari biasanya. HP yang rusak menjadi penyempurna bahwa waktu memang hanya milik kami bertiga. Memilih mana yang harus saya dahulukan, Nawla atau adiknya? yang jelas, saya ada diurutan terakhir. Kalo saja saya berani meminta lebih pada Allah, saya tidak ingin memilih saat itu. Tapi apa lagi yang bisa saya minta? Allah sudah  memberi terlalu banyak. Saya tetap harus memilih. Saya pilih dahulukan Nawla. Energi yang tersisa, yang sangat tidak banyak itu, saya berikan pada Nawla, anak tertua. Menemaninya bermain dalam arti sebenarnya, dalam jam-jam panjang tanpa gangguan apapun dan siapapun, Mie Instan satu-satunya yang memang menjadi darurat liburan kami adalah reward bagi Nawla. Melihat dirinya lahap makan mie instan yang selain memang enak dan jarang, juga karena lapar yang sangat. Nawla tidak berhenti senyum dan tertawa, terus sepanjang hari. Kami main dengan apapun yang ada di situ, rumput-rumput, sabun batangan hasil ambil dari hotel, plastik pembungkus, serpihan biskuit yang hancur, apapun. Saya beberapa kali menahan mual dan nyeri yang datang, juga fisik yang semakin lemah, karena juga belum diisi makan dari pagi. Tapi tidak sampai hati untuk berhenti menemani Nawla. Saya tahu melepas energi saya secara besar-besaran saat itu mungkin akan menguras habis semua energi yang saya miliki. Ada detik saya hampir pingsan. Semua gelap. Yang ada hanya suara Nawla. Yang seketika menarik saya kembali pada cahaya untuk tidak jadi pingsan.

Setelah cape main, dia peluk ibunya, lalu tidur, di atas karpet di sebuah masjid yang memang kami jadikan tempat main dari pagi. Lalu saya bisa pergi ke toilet, untuk muntah yang sudah gak tertahankan lagi. Perut mual, mules gak karuan, semua nyeri terasa, tapi di satu sisi, saya merasa cukup kuat untuk menerima smua rasa itu dan menunggunya hilang. Akhirnya saya duduk di samping Nawla yang tidur, memegang tangannya, dan menunduk, dengan malu-malu meminta satu hal pada Allah, sekarang, giliran adiknya Nawla, bolehkah Allah?
Nawla memegang tangan saya cukup kuat dalam tidurnya. It was a magic. Mungkin ini yang memang Allah kasih untuk para Ibu di bumi. Energi itu kekal, begitulah hukumnya. Nawla yang sudah "full" energi dari ibunya, mengembalikan energi itu pada adiknya, lewat tubuh Ibu. Detik menakjubkan buat saya, seperti sedang menggenggam tangan dua anak. Dan saya merasakan energi yang luar biasa saat itu. Terlalu sulit untuk dijelaskan...

Bukti bahwa di hari ini, saya masih bisa mendengar detak jantung Nawla dan Adiknya, adalah bukti Allah hadir dekat tanpa perlu diminta di hari itu. Tanpa perlu saya meratap untuk tidak memilih. Allah telah berikan keduanya. Sehat, bahagia, lahir batin. Tubuh saya adalah prioritas paling akhir. Kalaupun saya mesti terbaring sepanjang waktu, dengan energi yang sedikit hari ini, jika dengan begitu saya masih bisa melihat Nawla dan adiknya tumbuh bersama... Apalagi yang bisa saya minta pada Allah? Apalagi...?




-Untuk Nawla dan adiknya.
Semoga selalu ingat, kalian tidak pernah berhutang apapun pada Ibu. Tidak pernah. Apa yang ibu beri adalah yang berhak kalian miliki. Hutang kalian adalah pada Sang Pemberi Hidup. Lunasilah dengan segenap amal baik dan dzikirmu.