Wednesday, December 12, 2012

Partner In life

Seminggu kemarin, total saya dan Nawla tepar bersama. Sakit yang sama, demam yang sama. Hanya berdua, karena suami sedang di puncak kesibukannya ngurus kantor dan kuliah. Frustasi, tentu saja. badan yang sakit di sekujur tubuh rasanya enak paling enak direbahin. tapi anak harus diurus jugs, rumah harus diberesin, belom lagi ngurus keperluan suami. Ada saat-saat sedih banget melalui semuanya sendiri. Saya bisa tiba-tiba nangis bila frutasi datang (apalgi barengan dengan datang bulan, hormon ancur leburlah pokoknya). Saat itu biasanya Nawla dengan tangannya yang sama-sama lemas dengan saya, akan mengelus-ngelus saya dengan lembut sekali. Nawla gak ikut nangis ketika saya nangis frustasi, dia berusaha tegar dan bilang, bahwa kita melalui semua ini berdua, bukan ibu sendiri. lalu frustasi menguap begitu saja. Moment yang emosional banget? melow banget? mungkin. tapi buat saya ini senyata puncak gunung fuji yang putih tertutup salju. moment ini sama indahnya.

Sehari sebelum saya sakit, saya nonton Life of Pi. Saya menikmati film itu dalam arti sebenarnya, karena gambar yang sangat menawan dari Ang Lee. mengenai isi cerita, jujur, saya baru merasa melengos, lega dan puas di satu kalimat menjelang akhir yang diucapkan oleh Pi Partel dewasa, "Ada 2 cerita, memiliki akhir yang sama tapi jalan yang berbeda, mana yang kau pilih?" dan si kawan asing memilih, yang ada harimaunya. Pi Partel tersenyum, "Itulah Tuhan" (mungkin gak persis begitu ya dialognya, saya lupa, tapi intinya itu).

Setelah nonton, lalu saya tiba-tiba terdampar pada situasi yang kurang lebih sama dengan Pi. Memang tidak sedramats itu sih. Tapi pengalaman sakit berdua Nawla membuat saya merasa seperti Pi dan Richard Parker. Si Richard Parker tentu saja Nawla. Saya memang lebih beruntung karena "macan Benggala" saya bukan karnivora yang bisa menyantap ibunya sendiri. Dalam hal ini, saya bicara soal Partner in Pain. Teman dalam kesedihan.

Seperti hal-nya Pi, awalnya saya merasa sendiri. Lalu Nawla berjuang menunjukkan eksistensinya pada saya, bahwa ini adalah perjalanan sakit milik berdua. Kami saling menyemangati dalam cara masing-masing. Ada saat-saat sayapun marah dan kesal pada Tuhan atas semuanya, seperti Pi berteriak di tangah samudra. Tapi Tuhan dengan santai menyodorkan seorang kawan. Lalu saya dengan bodoh dan daya tangkap yang lambat menerima kenyataan itu dengan pelan, menerima bahwa Nawla adalah "kawan" sekaligus "device" untuk saya agar bisa melalui segala kesulitan ini. Dan pada akhirnya kita bisa melalui sakit ini berdua, sembuh bareng dan tersenyum bersama.

Happy end :)

Intinya adalah: te-man. Kawan, rekan, partner. Kita bisa saja dihujani jutaan kesulitan dalam hidup, dengan kadar yang semakin berat. tapi selama kita punya teman untuk berbagi segalanya, tak ada yang cukup sulit untuk kita lalui. Teman bukan sekedar orang yang secara teknis memberikan bala bantuan pada kesulitan kita, tapi lebih kepada someone beyond, a spirit, ato apapun yang ketika kita ingin berpaling sedikit dari kesulitan pahit di depan kita, "a spirit" yang ada di samping kita akan memberikan senyum dukungannya. Itu saja, sesederhana itu seorang "Partner in Pain" bekerja. Dia hanya perlu "ada" dengan keberadaan yang bila kita tatap akan menyalurkan energi baru dengan cara yang tak pernah kita tahu. Jelas, di antara Partner in Pain bekerja sebuah kekuatan Maha Dasyat yang menjalin benang hubungan istimewa tak kasat mata; Dialah Tuhan. Itulah kenapa Jodoh jadi urusan Tuhan. Karena mereka yang telah ditakdirkan Tuhan bersama (Suami istri, ato ibu-anak ato ayah-anak atau anak-orang tua) adalah mereka yang telah diikat dengan benang istimewa tersebut. Mungkin begitulah Pi dan Richard Parker. Pi percaya betul, Tuhan bekerja dalam cerita mereka yang hebat itu.

Dalam agama yang saya anut, keberadaan Tuhan mampu dibuktikan oleh segala penciptaannya. Alam Semesta adalah bukti yang tak terbantahkan. Dan saya percaya itu. Tuhan adalah Dzat dibalik semua kehidupan ini,  bahkan segala kehidupan diluar jangkauan akal kita. Tapi satu hal lagi yang membuat saya mempercayai keberadaan Tuhan adalah tentang "hubungan" antar mahluk yang saya bilang diatas. Setelah jadi istri dan ibu, saya selalu dibuat kagum pada perasaan yang begitu kuat terhadap suami dan anak. Jika bukan kekuatan yang sangat amat besar, siapa lagi yang bisa menciptakan perasaan sekuat ibu pada anaknya?

Kita kenal yang namanya Cinta. Saya termasuk pengagum berat perasaan itu. Tapi kali ini, Cinta membuat saya jauh jauh lebih kagum lagi pada Tuhan. How You create something named LOVE, God? itu mungkin salah satu pertanyaan dari jutaan pertanyaan di kepala  yang ingin saya ajukan pada Tuhan kelak. Semoga bisa. Itu artinya saya harus menjadi Hamba-Nya yang baik dan kelak bisa berjumpa dengan-Nya.

For all the journey and thousand journeys forward, many many thank, Allah. Especially for the great partner in life, Nawla.

Enjoy the life, keep smile to God :)
12-12-12
(My Mother's birthday!!)