Monday, December 1, 2014

Friday Fun Club dan kami

Motto kita : Never forget to Fun!

Hari minggu lalu, kegiatan Friday Fun Club (FFC) Kalibata City ternyata dimuat di Kompas. Di rubrik Kehidupan, dengan tajuk yang manis sekali; "Guyub Di Belantara Beton". Terima kasih untuk mbak Eki (Sri Rejeki) dari Kompas yang telah menulis artikel ini. Terima kasih untuk membagi cerita bahagia kami ke seluruh negeri.

Ketika artikel ini dimuat, saya sebetulnya sudah bukan lagi warga Kalibata City sejak beberapa minggu yang lalu. Karena kami memutuskan untuk tinggal lebih dekat dengan sekolah yang menerima Nawla (dan pindah dengan agak "mendadak" :D).

Saya ingat betul, di hari-hari terakhir kami sebelum kami  meninggalkan Kalibata City, saya dan Nawla menyempatkan diri untuk menikmati setiap detik terakhir. Saya sengaja datang di hari minggu di waktu duha ke masjid Karena selama 3 tahun tinggal di sana saya belum pernah solat duha hari minggu pagi di masjid tempat anak-anak kami mengaji. Masjid sepiiii sekali, jam duha biasanya jadwal Pak Jamiat (pegawai masjid) untuk pulang sebentar ke rumahnya. Jadi, hanya ada saya dan Nawla saja. Kami duduk berdua di masjid yang terasa jauh lebih besar dan lapang. Tanpa sadar saya menangis. Nawla tahu saya sedih sekali meninggalkan rumah kami. "Nawla juga sedih pisah sama teman-teman Ibu. Tapi ibu bilang, teman akan tetap jadi teman.." Nawla memeluk saya. Saya makin sedih.

Teringat jelas saat itu pada hari-hari di tiga tahun yang lalu. Perlu waktu bertahun-tahun untuk saya memutuskan ikut suami tinggal di Jakarta. Bagi saya, seorang warga daerah, Jakarta adalah tempat yang begitu jauh tak terjamah. Hiruk pikuk dan gemerlap. Gak pernah terbersit sedikitpun saya akan menjejakkan kaki sebagai penghuni kota ini. Apalagi tinggal di tengah kota, di gedung tinggi pula. Gak pernah kebayang... Sampai saya tiba pada moment luar biasa, bertemu dengan teman-teman yang luar biasa...

Kota besar ini mungkin tetap pengang dan hiruk pikuk tanpa henti 24 jam, mengancam tingkat stress hingga ke level tertinggi, tapi ternyata, kami bertahan... Bersama senyum dan tawa anak-anak setiap hari, bersama ribut dan rewelnya mereka, bersama ngamuk dan tantrumnya mereka yang dalam sedetik bisa berubah jadi ketawa lagi, bersama para Ibu yang juga memiliki kekhawatiran yang sama pada kota yang kejam ini, bersama pusingnya duit belanja yang selalu terasa kurang, bersama harga makanan yang begitu kejam, bersama mall yang menjadi halaman rumah kami dan mengancam konsumtifitas kami setiap saat, bersama kemacetan dan polusi, bersama supir kopaja yang sering lupa untuk bersikap lebih manusiawi, bersama sejuta masalah yang sepertinya cuma ada di dimensi bernama Jakarta, ternyata... saya bisa bertahan. Di atas ini semua, saya bisa merasakan Allah tengah tersenyum, mungkin sambil bilang, "Tak ada yang perlu dikhawatirkan di atas bumi, belajarlah lebih banyak dari anak-anak..." Terima kasih, Allah. Alhamdulillah.
(Masa-masa awal FFC bisa juga dibaca di sini)


Lalu, selepas duha yang singkat di masjid yang sepi. Saya mengajak Nawla menyiapkan kenang-kenangan untuk teman-temannya. "Bu, nanti siapa yang akan bacakan buku tiap jumat?" Tanya Nawla. "Semoga kita selalu bisa datang ke sini tiap jumat Nak. Tapi semua ibu, pasti bisa bacakan buku.". Nawla berteriak girang.

Kami telah tinggal, hidup di tengah belasan menara beton yang menjulang tinggi di tengah kota yang makin bising setiap hari. Pagi adalah pemandangan dari wajah-wajah sibuk yang penuh dengan beragam ekspresi. Setiap sudut menyimpan ancaman yang dapat ditembakkan dari arah manapun untuk menjatuhkan masa depan anak-anak kita. Kota ini adalah belantara. Kejam dan lembut dalam satu wajah. Ambisius tapi rentan. Tapi justru di sinilah saya dapat pelajaran paling berharga. Dengan cara apapun, kami, para ibu akan sekuat tenaga menjaga kebahagiaan anak-anak. Dan dari keceriaan yang tulus di wajah mereka, kami seperti di "charge" kembali untuk tumbuh semakin kuat. Dari anak-anak saya belajar, hidup bukan lagi (sekedar) soal bertahan. Tapi juga soal membagi kebahagiaan ke sebanyak-banyak orang.. ke seluas-luasnya tempat. Jakarta mungkin masih tetap kejam, tapi tak masalah, kami bisa gembira :) Dan semoga kami selalu bisa menebarkannya.

Mari, menebar bersama! :)

This post is dedicated to all great and superb Mothers of FFC. And also to their amazing Children!
Love u all. And zillions thanks! 




Thursday, February 6, 2014

Sekolah Mahal? Apanya?


Masih soal sekolah, sekolah, sekolah...
Yah, maklumlah... antara excited dan harap-harap cemas menghadapi peran sebagai ibu dari anak SD!
Ini terinspirasi dari obrolan antar emak-emak kemaren, soal sekolaan.
Obrolan gak jauh-jauh dari uang masuk berapa? SPP? fasilitasnya? sistemnya?
"Wah, mahal juga ya masuknya.. emang sekolahannya bagus ya? fasilitasnya banyak?"
Kira-kira begitulah pertanyaan yang muncul, hampir dari setiap ibu-ibu yang terlibat dalam konferensi tidak terduga ini (baca: rumpi).

Well, sekolah mahal?
Itu bisa jadi relatif sih ya. Tergantung dari apa  yang kita liat dan cari.
Menurut saya pribadi, saya setuju kalo sekolah itu mahal. dan saya setuju kalo sekolah itu "layak" mahal. Ini di luar konteks, bahwa pendidikan itu adalah hak setiap orang yah. Karena persoalannya ada di siapa penyedia pendidikan itu. Saya setuju setiap anak berhak mendapat pendidikan. Dan saya setuju bahwa pendidikan yang  diberikan haruslah pendidikan yang  terbaik. Dan bila itu mahal, ya itu urusan si penyedia pendidikan. Dalam konteks hak warga negara, berarti ini tanggung jawab pemerintah. Dalam konteks hak seroang anak di area keluarga, ini adalah tanggung jawab orang tua.

Balik ke soal mahal itu relatif.
Kalo buat saya, saya berani bayar mahal untuk sebuah sekolah buat Nawla JIKA sekolah itu punya tim pendidik yang luar biasa. Saya tidak terlalu peduli sekolah itu punya fasilitas apa. Buat saya (sekali lagi, ini buat saya loh yaa), gedung mentereng, ruang ber-AC, lapangan olah raga untuk tiap cabang atletik plus kolam renang, juga gedung ibadah, itu tidak penting harus ada.

Kalopun sekolah itu cuma punya ruang kelas sederhana tanpa meja kursi lengkap, rak-rak berisi banyak buku tapi bekas, ruang kecil beralas tikar untuk solat bersama, atau kamar mandi dengan WC jongkok tapi tetap bersih, gak masalah. Asal, sekolah itu punya guru-guru yang passionated dalam mengajar dan punya visi untuk membangun jiwa pembelajar bagi anak-anak. Saya berani bayar mahal untuk sekolah seperti itu.

Bagi saya, ruang "Sekolah" itu seharusnya lebih luas dari sekedar gedung dan halamannya. Seperti gambar di atas, kelas SD Muhammadiyah Gantong mungkin hanya segitu (pada masanya), se-hampir roboh itu. Tapi anak-anak belajar hingga ke ujung pantai Belitong demi mengejar pelangi, bahkan hingga ke luar angkasa,saat Lintang terobsesi ingin mengukur berapa jarak Bumi ke Andromeda dan nebula-nebula Triangulum (lebih jelasnya, kisah ini bisa dibaca di Novel Laskar Pelangi). Seluas itulah sekolah. Maka, jika ada sekolah yang mengatakan bahwa jagat raya inilah fasilitas yang mereka punya untuk mendidik anak-anak, maka ke sanalah saya akan menyekolahkan Nawla.

Lalu, soal biaya mahal? Untuk apa mahal kalo gak ada fasilitas riil sebuah sekolah? Ya untuk bayar guru-guru yang luar biasa itu! Rasanya tidak adil, kalau kita selalu bicara soal pendidikan berkualitas, tapi tidak cerewet soal peran guru.Setelah orang tua, orang yang harus kita hormati adalah guru. Untuk tugas sepenting itu di atas bumi, sudah selayaknya para guru mendapat penghargaan yang tinggi. "Aaah.. guru-guru juga kebanyakan kemampuannya gitu-gitu aja, gak hebat-hebat amat.." mungkin banyak yang mikir gitu. Ya carilah guru yang  bagus. Mungkin jarang kita nemu orang yang betul-betul tulus dan passionated mendidik anak, tapi pasti ada. Dan bila kita memang mencari guru-guru hebat--bukan sekolah berfasilitas mewah dan lengkap--mungkin bisa menjadi jalan bagi lahirnya guru-guru berkualitas tinggi, bukan munculnya sekolah-sekolah mahal dengan gaya penawaran yang gak jauh beda dengan agen properti.

Dan, jangan pernah berhenti doa.. semoga anak-anak kita, dipertemukan dengan guru-guru yang baik. Amin.

Sunday, February 2, 2014

For The Next Journey

"A Walk Together" Painting by Sandeep Khedkar . Taken from www.fineartamerica.com
Tiba-tiba aja pengen nulis ini, di tengah kemumetan deadline...#biasabanget #ngeles
Agak degdegan seharian ini. Mungkin karena deadline tapi inspirasi lagi mandek.. mungkin juga karena senin besok bakal wawancara ama calon SDnya Nawla.. hihiiii... kok rada parno ya? maklum, ini pertama kalinya saya masukin anak ke SD.

Denger beberapa temen sudah bernafas lega karena anaknya sudah diterima SD, jadi makin degdegan.. Anak gue pa kabaaar??
Bakal diterima gak ya di SD yang sedang berproses ini? Dan saya sama sekali gak punya cadangan... *nangis kejer*.
Kalopun diterima, Alhamdulillah.. tapi kudu mikir keras juga, gimana caranya bisa bolak balik Kalibata-Ciganjur dengan nyaman, tiap hari, buat anak segede Nawla.. *seka jidat*

Ketika beberapa temen tanya, Nawla daftar di mana? Pas saya jawab, mereka angkat alis (dan dahinya tentu saja), "Jauh amaaat?" Yeah.. iyasih, jauh..

Entah gimana pada waktu itu (saat daftar) saya pede aja Nawla bisalah bolak balik sejauh ini demi sekolah yang bagus. Tapi saya juga mikir, ini yang bilang bisa Nawla ato emaknya ya?? Jadi sempet bimbang juga belakangan, kalopun jadi, beneran bakal kuat ngaterin Nawla tiap hari sejauh itu? Dan yang gak kalah penting, apa Nawla kuat?

Well, setiap kali pikiran itu datang, saya selalu berusaha balik pada niat awal mencari SD untuk Nawla. Yap, saya pengen Nawla belajar di sekolah yang baik, bertemu dengan guru yang baik. Setiap kali saya ingat bahwa usaha pencarian sekolah ini begitu keras dan penuh doa (tsaah!), saya kembali membangun prasangka baik, semoga semua adalah jalan yang memang Allah berikan untuk Nawla. Soal jarak, sebetulnya bukanlah persoalan ketika kita melihatnya dari sisi yang lain. Inilah yang kembali menguatkan saya.

Mungkin perjalanan sekolah Nawla nanti (kalo keterima) akan lebih jauh dibanding teman-temanya yang lain yang dapat SD di sekitar rumah. Nawla mungkin akan lebih capek, begitupun saya yang mengantarnya tiap hari. Tapi, mari berputar ke sisi yang lain. Perjalanan 'jauh' ini tentu menyimpan banyak hal yang bisa 'membekali' Nawla. Entah seperti apa. Apakah akan menjadikan Nawla sesorang yang kuat seperti Lintang yang mengayuh sepedanya 2 jam dari pesisir menuju Linggang? Entahlah... Tapi saya sedang ingin memupuk sebanyak mungkin prasangka baik, dan kepercayaan diri, bahwa apapun yang terjadi nanti; jauh atau dekatnya perjalanan Nawla ke sekolahnya, adalah bagian dari proses belajar yang sama luar biasanya dengan proses belajar di dalam kelas. Dan saya sedang mengumpulkan segenap keyakinan, bahwa tidak ada waktu yang terbuang percuma pada setiap detik yang saya pakai untuk mengantarkan Nawla ke sekolahnya; sejauh apaun itu. Karena perjalanan itu adalah perjalan yang sangat penting; mengantarnya pada gerbang ilmu.

Dan saya merasa sangat perlu menulis ini, bila suatu hari nanti kami berdua merasa begitu lelah dalam setiap perjalanan panjang menuntut ilmu yang Allah perintahkan untuk tidak berhenti sampai mati.. bahwa belajar, apapun prosesnya, tidak akan pernah sia-sia sedikitpun. Harapan saya, sebagai ibu, sederhana saja sebetulnya. Saya ingin, Nawla menikmati setiap proses belajarnya, menikmati sekolahnya, menikmati penjelasan guru-gurunya, menikmati buku-buku yang dibacanya, juga menikmati perjalanan menuju sekolah itu. Dan bila saya berkesempatan mengantarnya dalam perjalanan itu, sesungguhnya itu menjadi sebuah kehormatan besar..

Kita akan bersenang-senang bersama, Nawla. Saat jalan kaki berdua, kepanasan dan kehujanan. Saat di dalam kereta, saat menunggu ojek yang mungkin lama, juga saat badan terlalu lelah untuk berjalan pulang dan kita memutuskan 'ngaso' di pinggir jalan. Mari kita berusaha menikmati semuanya Nak, karena inilah saat paling penting dalam hidup; SEKOLAH. Kita akan sepakati bersama, bahwa sekolah tidak dimulai pada saat bel  masuk berbunyi. Tapi dimulai saat mata membuka di subuh hari. Maka perjalanan adalah bagian darinya. Semoga dengan begitu, Allah akan menghujani ilmu yang lebih banyak untukmu... semoga. Amin..

Untuk setiap perjalanan-perjalanan di depan nanti, sebuah kehormatan bagi Ibu untuk bisa menjadi pengantarmu, Nawla. Hingga tiba saatnya, kau akan berjalan sendiri dengan tegak dan penuh senyum percaya diri.

*kepal tangan*

*hiks*
#tibatibamellow

Daaan... untuk perjalanan-perjalanan seru itu... mari lebih semangat mengisi rekening! *balik nulis lageee!*

Buat para Ibu yang juga lagi degdegan seperti saya ... Huaaa... Anak kita udah mo SD! Jangan lupa pake sunblock kalo nganter anak sekolah ya Buu.. inget umur... #dipelototin

Wednesday, January 1, 2014

The New.

Saatnya ganti kalender.


2014  is coming to earth.

Itu saja sebenanya sebuah "tahun baru" buat saya.

Tapi, melihat bahwa "hitungan" ini adalah sebuah momentum yang disepakati umat manusia.. jadi pengen ikut-ikutan bikin kaleidoskop hidup. *lho? Hehe.. sok iye banget lah yaa..

New year wishlist?
Standar aja sih jawabannya.. Apa yang pernah menjadi buruk, bisa menjadi lebih baik ke depannya. (normatif banget ya booo!). Yaa.. mo apa lagi, doa semua orang juga pasti begitu ya? udah jadi  macam template kali di dalam hati. Gapapalah.. ini kan harapan baik, ya gak?

Pertanyaan berikutnya adalah, Apa yang perlu diperbaiki?
Nah,  bagian sini bakal panjang lebar kalo ditulis. Dan emang  bukan buat  ditulis, baeknya sih dipikirin bener-bener, dan di lakukan!

Fyuuuuh... 2013 is sooooo *apa ya??* jungkir balik? jatuh bangun? iya kali ya, macam itulah.
Bad things, good things.. terjadi dengan porsi sama besar. For all the good things, Alhamdulillah. And for the bad ones, Alhamdulillah juga. Kalo gak ada yang buruk2, yang baik suka gak berasa, ya kan? Heuheue.. *ketawa miris**menghibur diri*

So, next?
Perbaikan? pastilaah.. mestinya sih gak pake nunggu taon baru.
Motto : Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.
Entah udah berapa juta  kali  menulis ini di buku diari temen-teman jaman eSDe.. (eiiiits, ketaoan dah umur!) Tapi suka lupa buat memahami motto itu dengan bener. Iyayaa.. yang harus lebih baik tuh HARI INI, dari hari kemarin. Tapi prakteknya suka molor-molorin... jadi : ESOK harus lebih baik dari HARI INI. Ini niiih... bibit males yang begini ini niiih.. *toyor pala sendiri*

Soo?
Mari kita menulis motto itu lagi berjuta kali di diari temen eSDe!
Eh, salah ya?
Mari kita menjadi yang lebih baik. Beginong maksudnya..

Dan, apakah yang perlu diperbaiki? Banyaaak booo...!
Kalo ng-review apa yang ancur lebur di tahun kemaren.. rasanya... fyuuuh! segala macem rasa nyampur. Nyesel, nyesek, sedih, kecewa, marah, kesel, jengkel, malu, mual, muntah, perih, kembung... di Promag saja! Halah!

Huehehehe...Yaa... Bismillah deh buat ke depannya. Ya Allah... tolonglah saya untuk lebih serius hidup jadi orang baik yang Engkau sayangi.. Pliis..?? Amin.

Selamat bersemangat baru, Kawan!
*tarik selimut*

..and see u tomorrow.
Udah malem ini soalnya, markitdur!