Pages

Monday, January 23, 2017

211-0645

The Numbers to be remembered.



A beautiful experience.
Mungkin kata ini lebih tepat. Saya tidak menemukan istilah lain yang lebih pas untuk pengalaman yang saya alami bersama Nawla dan Yhan pada suatu hari beberapa waktu yang lalu. Hari di mana ada detik kita menahan nafas dan berfikir, I can't ask for more, Allah... Tak ada yang bisa kami minta lebih daripada ini. Hari di mana, Allah ada di jarak terdekat yang tak pernah kita tau ada jarak sedekat itu denganNya.  Hari di mana akan menjadi penghuni tetap memori di dalam jiwa kami, yang bisa kami kenang bersama hanya dengan saling menatap bertiga - mungkin nanti berempat.


Kami kehilangan satu hal. Tapi diberikan satu hal lain yang lebih besar dari apapun yang bisa kita dapatkan di muka bumi ini. Hidup yang seakan terlahir kembali. Mungkin menjadi manusia yang tidak sama lagi. Mungkin akan lebih berat, mungkin juga tidak. Kami tidak tahu. Yang kami tahu, isi hati dan kepala diganti baru oleh Allah. Apa yang bisa kita minta lebih dari ini? Bahkan sampai detik ini, saya masih malu-malu berdoa, untuk sekedar minta agar mual-mual agak mereda. Tapi dibanding apa yang telah Allah beri, apalah mual-mual dan tubuh lemah belakangan ini... gak ada artinya.


Di dalam karunia di hari itu, sayapun diberi pengalaman indah lainnya oleh Allah. Pengalaman sebagai Ibu dari 2 anak. Antara saya, Nawla dan jabang bayi yang sedang berkembang beberapa minggu di rahim. Detik-detik terasa berjalan lebih lambat dari biasanya. HP yang rusak menjadi penyempurna bahwa waktu memang hanya milik kami bertiga. Memilih mana yang harus saya dahulukan, Nawla atau adiknya? yang jelas, saya ada diurutan terakhir. Kalo saja saya berani meminta lebih pada Allah, saya tidak ingin memilih saat itu. Tapi apa lagi yang bisa saya minta? Allah sudah  memberi terlalu banyak. Saya tetap harus memilih. Saya pilih dahulukan Nawla. Energi yang tersisa, yang sangat tidak banyak itu, saya berikan pada Nawla, anak tertua. Menemaninya bermain dalam arti sebenarnya, dalam jam-jam panjang tanpa gangguan apapun dan siapapun, Mie Instan satu-satunya yang memang menjadi darurat liburan kami adalah reward bagi Nawla. Melihat dirinya lahap makan mie instan yang selain memang enak dan jarang, juga karena lapar yang sangat. Nawla tidak berhenti senyum dan tertawa, terus sepanjang hari. Kami main dengan apapun yang ada di situ, rumput-rumput, sabun batangan hasil ambil dari hotel, plastik pembungkus, serpihan biskuit yang hancur, apapun. Saya beberapa kali menahan mual dan nyeri yang datang, juga fisik yang semakin lemah, karena juga belum diisi makan dari pagi. Tapi tidak sampai hati untuk berhenti menemani Nawla. Saya tahu melepas energi saya secara besar-besaran saat itu mungkin akan menguras habis semua energi yang saya miliki. Ada detik saya hampir pingsan. Semua gelap. Yang ada hanya suara Nawla. Yang seketika menarik saya kembali pada cahaya untuk tidak jadi pingsan.

Setelah cape main, dia peluk ibunya, lalu tidur, di atas karpet di sebuah masjid yang memang kami jadikan tempat main dari pagi. Lalu saya bisa pergi ke toilet, untuk muntah yang sudah gak tertahankan lagi. Perut mual, mules gak karuan, semua nyeri terasa, tapi di satu sisi, saya merasa cukup kuat untuk menerima smua rasa itu dan menunggunya hilang. Akhirnya saya duduk di samping Nawla yang tidur, memegang tangannya, dan menunduk, dengan malu-malu meminta satu hal pada Allah, sekarang, giliran adiknya Nawla, bolehkah Allah?
Nawla memegang tangan saya cukup kuat dalam tidurnya. It was a magic. Mungkin ini yang memang Allah kasih untuk para Ibu di bumi. Energi itu kekal, begitulah hukumnya. Nawla yang sudah "full" energi dari ibunya, mengembalikan energi itu pada adiknya, lewat tubuh Ibu. Detik menakjubkan buat saya, seperti sedang menggenggam tangan dua anak. Dan saya merasakan energi yang luar biasa saat itu. Terlalu sulit untuk dijelaskan...

Bukti bahwa di hari ini, saya masih bisa mendengar detak jantung Nawla dan Adiknya, adalah bukti Allah hadir dekat tanpa perlu diminta di hari itu. Tanpa perlu saya meratap untuk tidak memilih. Allah telah berikan keduanya. Sehat, bahagia, lahir batin. Tubuh saya adalah prioritas paling akhir. Kalaupun saya mesti terbaring sepanjang waktu, dengan energi yang sedikit hari ini, jika dengan begitu saya masih bisa melihat Nawla dan adiknya tumbuh bersama... Apalagi yang bisa saya minta pada Allah? Apalagi...?




-Untuk Nawla dan adiknya.
Semoga selalu ingat, kalian tidak pernah berhutang apapun pada Ibu. Tidak pernah. Apa yang ibu beri adalah yang berhak kalian miliki. Hutang kalian adalah pada Sang Pemberi Hidup. Lunasilah dengan segenap amal baik dan dzikirmu.

No comments:

Post a Comment