Pages

Thursday, November 5, 2015

Daun-daun Ceribu



Ada sebuah rumah mungil yang sederhana, tapi terlihat sangat nyaman. Terutama bila kita memandangnya di tengah hari yang sangat terik. Mengapa? Karena ada sebatang pohon Kersen besar di samping rumah itu yang menaungi hampir seluruh halamannya yang tidak berpagar. Jadi, meski panas menyengat di tengah hari, halaman dan rumah mungil itu selalu terasa sejuk.

Pohon Kersen besar itu bernama Ceribu. Pohon kersen yang sangat disayangi oleh semua penghuni rumah mungil itu, terutama oleh si gadis kecil putri semata wayang sang pemilik rumah. Nauli nama gadis kecil itu. Dan Ceribu, adalah nama yang diberikan Nauli saat pohon Kersen itu ditanam di samping  rumahnya. Nauli dan Ceribu seperti dua sahabat yang saling menyayangi. Setiap pagi, sebelum rutinitas menyiram halamannya, Nauli selalu menyapa dan memeluk Ceribu.

“Selamat pagi, Ceribu. Apa kabar? Terima kasih untuk kesejukan pagi ini, juga untuk buah-buahmu. Sehat terus yah Ceribu sayang...”

Maka setiap pagi  juga, Ceribu selalu memberi hadiah luar biasa berupa buah-buah Kersen matang segar dan merona yang dijatuhkannya di atas rumput halaman.Nauli bilang, buah Ceribu adalah buah Kersen termanis di dunia! Di bawah Ceribu yang sejuk ada sebuah bangku kayu panjang lengkap dengan meja kayunya yang juga panjang. Ayah yang membuatnya untuk siapapun yang mau menikmati keteduhan pohon itu. Nauli dan teman-temannya sering belajar bersama di situ, juga Ibu dan beberapa Ibu lainnya sering bercengkrama di bangku kayu itu. Nauli ingat betul kata-kata Ayah saat membuat bangku itu dengan susah payah,

“Semakin banyak orang yang bisa menikmati halaman dan pohon ini, maka Tuhan akan selalu memberkahi pohon ini agar bisa sehat terus dan berbuah lebat untuk dinikmati siapapun!”

Lalu,  pada suatu hari, musim hujan tiba. Kemarau panjang yang terik untuk sementara digantikan oleh musim hujan yang sejuk namun penuh angin dan becek. Pada suatu subuh yang masih gelap, Nauli merasakan ada air di lantai kamarnya. Semalam hujan memang turun sangat deras dan baru berhenti menjelang subuh. Tak lama, terdengar suara cukup gaduh dari luar. Nauli berlari dan mendapati Ayah dan Ibu yang terkejut melihat lantai ruang tamu telah dibanjiri air setinggi mata kaki.Ternyata, kampung kecil tempat Nauli tinggal itu, kebanjiran.

Semua warga akhirnya bahu-membahu mengatasi banjir. Dan rupanya.. di ujung got besar saluran air, banyak ditemukan daun-daun dari pohon kersen. Dan karena jumlahnya sangat banyak, ditambah beberapa sampah plastik dan botol, daun-daun tersebut hampir menutupi ujung saluran air. Setelah saluran dibersihkan, barulah air dapat mengalir dengan lancar kembali dan banjir berangsur surut. Karena kejadian itu, beberapa warga mengusulkan agar Pohon kersen satu-satunya di Kampung itu yaitu Ceribu, ditebang. Nauli dan keluarganya sangat terkejut.

“Tidak boleh! Ceribu tidak boleh ditebang! Setiap pagi Ibu selalu menyapu halaman membersihkan daun-daun yang jatuh, bukan salah Ceribu bila daunnya berjatuhan..” teriak Nauli.

Ayah menenangkan Nauli. Ayah menjelaskan bahwa ia sangat mengerti bahwa pohon Kersen adalah pohon yang sangat mudah gugur daunnya. Setiap hari halaman rumah mereka memang selalu dipenuhi daun-daun kuning Ceribu. Dan ibu yang selalu menyapunya. Namun karena Ceribu semakin besar, dahannya kian bertambah dan memanjang hingga keluar halaman, ada daun-daun yang tak sengaja berjatuhan di atas selokan dan akhirnya ikut mengalir ke got yang besar dan menumpuk di ujung.

“Kalau begitu, mengapa kita tidak membersihkan got saja bersama-sama setiap hari? Aku mau ikut membersihkannya, Ayah! Aku mau mengambil daun-daun Ceribu yang jatuh ke selokan! Tapi aku mohon Ceribu jangan ditebang... nanti kita tidak bisa lagi duduk dengan teduh dan makan buah-buahnya lagi..” Nauli terus memohon pada Ayahnya.

Para warga yang melihat Nauli menangis dan memohon akhirnya ikut tersentuh. Mereka menyadari Ceribu bukan sekedar pohon. Ia adalah bagian dari kampung ini. Tempat siapapun bisa berteduh bila siang sedang terik. Tempat anak-anak di kampung itu belajar, bermain, memanjat pohonnya dan makan buahnya yang segar, manis dan tak pernah habis.

“Nauli benar, bukan Ceribu yang harus kita tebang, tapi kita yang harus rajin membersihkan saluran air dan lingkungan kita.” Tiba-tiba Pak RW mengeluarkan suaranya. Semuanya mengangguk-angguk membenarkan saran itu.

Nauli memeluk Ayah dan Ibu dengan lega.

“Aku juga sayang para tetangga semua! Karena kata Ayah, semakin banyak orang yang menikmati pohon kami, Tuhan akan semakin memberkahinya.. Terima kasih semuanya..!” Ujar Nauli.

Para warga sangat terharu.Mereka berjanji akan lebih kompak menjaga dan membersihkan lingkungan, terutamabila musim hujan datang.

Diluar, dihalaman rumah Nauli. Ceribu tergoyang pelan. Di balik rimbun daun dan lebat buahnya, Ceribu tersenyum bahagia. Tidak ada yang lebih membahagiakannya selain disayangi dan dijaga oleh para manusia disekelilingnya.

--- selesai ---




No comments:

Post a Comment