Saturday, June 3, 2017

Masih dalam cerita Komunikasi Dengan Anak.

Hari ke-2 kelewat untuk review, karena pekerjaan yang numpuk sekali dan malam yang terlalu lelah, hehe.

Baiklah kita coba review hari ini. Hari ke-3. Sabtu, 3 Juni 2017.


Pekerjaan masih numpuk, karena memang target selesai minggu depan, sehingga ramadhan ini saya cepat meninggalkan segala urusan, utk bs lebih konsen ibadah dan mengurus keluarga. Ketat sekali waktu yang ada, antara mengurus keluarga juga mengejar deadline. Tapi ini kan hal yang biasa terjadi pada siapapun, belajar untuk lebih mengelola waktu memang pelajaran yang tidak pernah selesai, kuncinya hanya kita jangan menyerah untuk memperbaiki diri dan manajemen waktu. Faktanya di lapangan, susyaaaaah :))


Jujur saja, saya belum bisa mempraktekkan komunikasi produktif dalam setiap saat dengan anak. Sesekali  harus lihat "contekan" materi Komprod dulu, hehe. Bisa dibilang hubungan saya dan Nawla snagat intens, Nawla tuh doyaaaaan sekali ngomong sama ibunya. Segala hal diomongin, ditanyain, kadang gak liat konteks. Lagi ada tamu datang, dia tiba2 "nyela" ngajak ibunya ngebahas teman sekolahnya. Atau kalo sudah nanya, pasti ekor pertanyaannya panjang. Kadang saya merasa, Nawla selalu punya cara untuk pokoknya-gimana caranya-ibu bisa terus perhatiin dia, hehe. Itulah yang sering membuat saya tidak bisa setiap saat mengamalkan materi ini, paling tidak untuk saat2 sekarang yang lagi full banget. Idealnya sih saya sadar, komunikasi produktif haruslah bisa dilakukan setiap saat. Baiklah, latihan sudah dimulai, semoga hasilnya baik, Bismillah.


Materi komprod hari ini saya praktekkan dalam diskusi saya mengenai pemakaian (baca :pinjam) kamar Nawla sebagai "ruang menyusui" Ibu-ibu tamu Buka Puasa bersama yang akan diadakan besok di rumah kami. Total tamu yang hadir sekitar 50 orang, sangat banyak untuk rumah kami yang ukurannya ngepas banget, hehe. Sebagian besar ibu2nya masih punya anak bayi dan toddler. Maka untuk men-set tempat agar efektif untuk menampung semua tamu, kami optimalkan semua ruang, kecuali kamar tidur utama. Nawla sempat keberatan, kenapa gak pake kamar ibu aja (kamar tidur utama) untuk ruang menyusui, Nawla gak mau kamarnya berantakan. Begitu  katanya. Walau pada kenyataannya hari inipun kamar berantakan karena dia "ngasuh" 3 anak tetangga, hehe. Saya tau dia keberatan karena dia besok akan banyak anak kecil yang belum ia kenal. Pada dasarnya Nawla adalah anak yang pemalu, tapi jika sudah kenal, maka dia bisa jadi lebih supel. Dan harus menghadapi anak-anak yang belum dikenal (banyakpula!)  besok, dia agak "grogi" juga, jadilah dia menolak ide untuk meminjamkan kamarnya. Ketika tarawih barusan, dia masih aja manyun. Saya agak kesal juga, tapi mungkin lebih ke karena badan yang cape (Ini juga yang saya perlu garis bawahi, bahawa untuk bisa selalu berkomunikasi produktif dnegan anak, kita sebagai orang tua harus punya energi yang cukup. Karena jika badan secara fisik lelah, psikis jelas tidak stabil). Jika sudah cape begini,s aya memilih diam dan mempending diskusi. Abis sholat, saya diam dulu, Nawla juga diam (ngambek). Kalo ikutin emosi sih, saya inginnya tegas aja, pokoknya besok Nawla nurut aja yah, bakali byk tamu, jangan bikin repot. Sempet terpikir mo ngomong gitu... tapi cepet2 buka "contekan", hehe.. baiklah.. mending minum dulu, cooling down dulu. Tarawih buat bumil perut berat cukup melelahkan juga sih. Sementara Nawla abis solat lgsg sikat gigi dan naik ke kasur, pasang selimut. Saya kira dia sdh tidur, ternyata belum. Dari gesturnya dia terlihat tidak nyaman. Dia memang begitu, kelihatan sekali tidak nyamannya jika sedang "marahan" dengan ibunya.

Baiklah, ketika saya sudah merasa lebih tenang, saya coba dekati dia, belai kepalanya, dan bertanya dengan intonasi yang lembut, kenapa dia terlihat kesal? Marah ya sama Ibu? maafin ibu ya.. Nawla kenapa? Kalo sudah dengar ibunya minta maaf duluan, dia langsung luluh... sebenarnya mudah mencairkan suasana dengannya, asal saya mau melepaskan ego sebagai orang tua  yang "selalu merasa benar" (Ya Allah, semoga Kau berkenan bantu hamba lepas dari perasaan semacam itu...)
Nawla menjawab, masih kesal urusan kamar. Akhirnya saya coba menjelaskan lagi semua dengan baik2, lebih tenang dan persuasif. Saya katakan kamar utama tidak bisa dipakai untuk tamu, pertama tidak sopan, karena ini ruang yang sangat pribadi. Seperti halnya jika kita berkunjung ke rumah siapapun, termasuk ke rumah Eyang, kamar tidur yang punya rumah adalah ruang yang sebaiknya tidak kita masuki sembarangan. Lalu saya tambahkan, bahwa rumah kita tidak besar, bisa jadi setelah acara selesai, Semua ruang berantakan, dan Ibu kalo malem, badan sudah berat sekali, mungkin gak sempat beres2, paling tidak, ada satu kamr yang masih beres, yaitu kamar tidur utama, karena tidak dibuka untuk tamu, jadi kita bisa beristiharat nyaman setelah acara. Dan Nawla boleh tidur di kamar Ibu jika memang kamar nawla berantakan oleh tamu dan gak sempat dibereskan. Akhirnya Nawla setuju. Dan ngambeknya hilang, dia minta dipeluk2 ibunya, rutinitas kami setiap sebelum tidur. Tapi karena ini malam minggu, Papa ada di rumah, giliran Papa yang mengantar Nawla tidur dengan cerita2 Nabi. Maka ketika papa nemenin Nawla, saya bisa melipir, nulis laporan ini, hehe...

Sekian cerita hari ini. Semoga besok2 saya makin jago komprodnyaaa, amiiin!

Thursday, June 1, 2017

Komunikasi Produktif Hari 1

Kamis, 1 Juni 2017.

Setelah terhuyung-huyung baca materi Bunsay tentang Komunikasi Produktif, hehehe. Makin pening kepala, hahaha! Tapi sesungguhnya di lubuk hati saya yang terdalam, saya pengen banget bisa berkomunikasi dengan anak dan pasangan sekeren materi yang dikasih. Dan isi materi itu sesungguhnya sudah cukup sering mampir di kepala, entah siapa yang mengingatkan, tapi saya tahu Allah selalu mengingatkan saya sejak dulu untuk jadi IBU YANG BAIK. Sayanya aja yang suka ndablek.. hehe..


Hari ini libur, puasa, dengan pekerjaan Ibu dan Papa yang sedang numpuk-numpuknya. Sejak kemarin mikir, Nawla gimana ya libur hari ini. Semalam sebelum tidur, setelah tarawih,  seperti biasa, saya ngelonin Nawla, ngobrol sana sini dulu, tentang apa saja. Saya coba menawarkan sesuatu, "Nak, besok ibu kasih hadiah deh, Nawla boleh maen mandi bola di Margo City yang Nawla pengen dari lama itu, tapi Ibu boleh ya sambil kerja di situ?" Seneng dong Nawla! Udah lama dia pengen main di sana, dan buat saya kerja disitu  bisa sedikit mengurangi rasa bersalah karena gak bisa nemenin Nawla. Sungguh, saya itu ibu yang pencemas dan penggalau sekali... jadi kalo lg byk kerjaan, anak gak keperhatiiin, saya jadi desperado sendiri, dan itu "nyetrum" ke nawlanya, yang bikin dia gak enjoy kalo gak ada temen. Nawla susah sekali untuk "menikmati" main sendirian sampai sekarang di usia menjelang 9 tahun. Entahlah itu mengkhawatirkan atau tidak, saya masih terus belajar memperbaiki banyak hal, salah satunya komunikasi ini.


Tibalah hari ini. Dari subuh saya udah pegang laptop meneruskan pekerjaan. Nawla tidur lagi. Menjelang jam 7 saya gak kuat ngantuk, karena kemaren kurang tidur juga, akhirnya saya memilih tidur, mengingat sedang hamil dan seharusnya tidak overwork begini. Gak lama saya tidur, Nawla bangun, saya antara sadar dan tidak sadar, tapi Nawla gak bangunin saya ato papanya, dia main sendiri, entah main apa. Sempet terbersit rasa kasihan, tapi saya ngantuk berat. Sampai stengah jam kemudian saya milih bangun. Saya ajak dia sholat duha. Nawla nanya, jadi ke Margo Bu? Duh, udah janji, tapi sebenernya badan saya lemas sekali. Tapi saya ngangguk aja sambil hati lagi2 galau.. Pengen rasanya mengadakan lobi tingkat tinggi dengan Nawla untuk membatalkan janji ke Margo, tapi sungguh gak tega.. di satu sisi saya jg perlu beresin kerjaan, di sisi lain pengen Nawla senang, dan di sisi lainnya lagi, pengenya tidur aja sehariaan! hahaha... *Bumil encok

Namun, say amemilih untuk pegang janji. Sambil doa semoga semua bisa berjalan sesuai harapan. dan yaaak, pertolongan Allah datang! Masya Allah deh... tetangga WA, boleh gak anaknya main di rumah Nawla seharian? Anaknya adalah adik kelasnya Nawla di sekolah, kami tetanggan, tapi beda blok agak jauh, Nawla suka main sama anak ini, Kalma namanya. Mereka teman baiklah pokoknya. Akhirnya, saya bilang ke Nawla, Kalma mau main nih seharian, gmn jadi ke Margo gak? (ke Margo gak bisa seharian, saya janjikan sebelum ashar sudah pulang, karena kami berprinsip sejak bertahun-tahunlalu, untuk sebisa mungkin buka puasa di rumah, dan tidak ke mall). Nawla ternyata milih main sama Kalma! Yeaaay! Ibu happy banget. Itu artinya, nawla bisa anteng main, dan Ibunya bisa bekerja tanpa rasa bersalah-bersalah banget, hehe... Alhamdulillah. Semua happy, ibu happy walo klenger depan laptop, hehe.. Nawla dan Kalma produkstif mainnya, bersihin kolam, bikin komik, yoga bareng, bikin es jelly untuk buka dan akhirnyaaaa... karena hujan, Kalma sampai nginep deh malam ini! Saya jadi punya waktu buat ngerjain tugas ini di sela kerjaan saya, Alhamdulillah...

Praktek komunikasinya dengan Nawla? mungkin yang semalam itu, sebelum tidur. Tapi sebenarnya, di umur Nawla yang sekarang, saya cukup mudah berkomunikasi dengan efektif dan produktif dengan dia, yang susah adalaaaah.... pegang komitmennya! Terutama ibunya, hahaha! Duh! Daaan demi menjadikan komunikasi semalam itu sebagai pembicaraan yang penuh komitmen, saya upayakan sekuat tenaga untuk komit dengan janji. Tapi Allah Maha Baik, saya malah dikasih solusi yang jauuuh lebih baik. Alhamdulillah.. Alhamdulillah...

#level1
#day1
#tantangan10hari
#komunokasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Monday, January 23, 2017

211-0645

The Numbers to be remembered.



A beautiful experience.
Mungkin kata ini lebih tepat. Saya tidak menemukan istilah lain yang lebih pas untuk pengalaman yang saya alami bersama Nawla dan Yhan pada suatu hari beberapa waktu yang lalu. Hari di mana ada detik kita menahan nafas dan berfikir, I can't ask for more, Allah... Tak ada yang bisa kami minta lebih daripada ini. Hari di mana, Allah ada di jarak terdekat yang tak pernah kita tau ada jarak sedekat itu denganNya.  Hari di mana akan menjadi penghuni tetap memori di dalam jiwa kami, yang bisa kami kenang bersama hanya dengan saling menatap bertiga - mungkin nanti berempat.


Kami kehilangan satu hal. Tapi diberikan satu hal lain yang lebih besar dari apapun yang bisa kita dapatkan di muka bumi ini. Hidup yang seakan terlahir kembali. Mungkin menjadi manusia yang tidak sama lagi. Mungkin akan lebih berat, mungkin juga tidak. Kami tidak tahu. Yang kami tahu, isi hati dan kepala diganti baru oleh Allah. Apa yang bisa kita minta lebih dari ini? Bahkan sampai detik ini, saya masih malu-malu berdoa, untuk sekedar minta agar mual-mual agak mereda. Tapi dibanding apa yang telah Allah beri, apalah mual-mual dan tubuh lemah belakangan ini... gak ada artinya.


Di dalam karunia di hari itu, sayapun diberi pengalaman indah lainnya oleh Allah. Pengalaman sebagai Ibu dari 2 anak. Antara saya, Nawla dan jabang bayi yang sedang berkembang beberapa minggu di rahim. Detik-detik terasa berjalan lebih lambat dari biasanya. HP yang rusak menjadi penyempurna bahwa waktu memang hanya milik kami bertiga. Memilih mana yang harus saya dahulukan, Nawla atau adiknya? yang jelas, saya ada diurutan terakhir. Kalo saja saya berani meminta lebih pada Allah, saya tidak ingin memilih saat itu. Tapi apa lagi yang bisa saya minta? Allah sudah  memberi terlalu banyak. Saya tetap harus memilih. Saya pilih dahulukan Nawla. Energi yang tersisa, yang sangat tidak banyak itu, saya berikan pada Nawla, anak tertua. Menemaninya bermain dalam arti sebenarnya, dalam jam-jam panjang tanpa gangguan apapun dan siapapun, Mie Instan satu-satunya yang memang menjadi darurat liburan kami adalah reward bagi Nawla. Melihat dirinya lahap makan mie instan yang selain memang enak dan jarang, juga karena lapar yang sangat. Nawla tidak berhenti senyum dan tertawa, terus sepanjang hari. Kami main dengan apapun yang ada di situ, rumput-rumput, sabun batangan hasil ambil dari hotel, plastik pembungkus, serpihan biskuit yang hancur, apapun. Saya beberapa kali menahan mual dan nyeri yang datang, juga fisik yang semakin lemah, karena juga belum diisi makan dari pagi. Tapi tidak sampai hati untuk berhenti menemani Nawla. Saya tahu melepas energi saya secara besar-besaran saat itu mungkin akan menguras habis semua energi yang saya miliki. Ada detik saya hampir pingsan. Semua gelap. Yang ada hanya suara Nawla. Yang seketika menarik saya kembali pada cahaya untuk tidak jadi pingsan.

Setelah cape main, dia peluk ibunya, lalu tidur, di atas karpet di sebuah masjid yang memang kami jadikan tempat main dari pagi. Lalu saya bisa pergi ke toilet, untuk muntah yang sudah gak tertahankan lagi. Perut mual, mules gak karuan, semua nyeri terasa, tapi di satu sisi, saya merasa cukup kuat untuk menerima smua rasa itu dan menunggunya hilang. Akhirnya saya duduk di samping Nawla yang tidur, memegang tangannya, dan menunduk, dengan malu-malu meminta satu hal pada Allah, sekarang, giliran adiknya Nawla, bolehkah Allah?
Nawla memegang tangan saya cukup kuat dalam tidurnya. It was a magic. Mungkin ini yang memang Allah kasih untuk para Ibu di bumi. Energi itu kekal, begitulah hukumnya. Nawla yang sudah "full" energi dari ibunya, mengembalikan energi itu pada adiknya, lewat tubuh Ibu. Detik menakjubkan buat saya, seperti sedang menggenggam tangan dua anak. Dan saya merasakan energi yang luar biasa saat itu. Terlalu sulit untuk dijelaskan...

Bukti bahwa di hari ini, saya masih bisa mendengar detak jantung Nawla dan Adiknya, adalah bukti Allah hadir dekat tanpa perlu diminta di hari itu. Tanpa perlu saya meratap untuk tidak memilih. Allah telah berikan keduanya. Sehat, bahagia, lahir batin. Tubuh saya adalah prioritas paling akhir. Kalaupun saya mesti terbaring sepanjang waktu, dengan energi yang sedikit hari ini, jika dengan begitu saya masih bisa melihat Nawla dan adiknya tumbuh bersama... Apalagi yang bisa saya minta pada Allah? Apalagi...?




-Untuk Nawla dan adiknya.
Semoga selalu ingat, kalian tidak pernah berhutang apapun pada Ibu. Tidak pernah. Apa yang ibu beri adalah yang berhak kalian miliki. Hutang kalian adalah pada Sang Pemberi Hidup. Lunasilah dengan segenap amal baik dan dzikirmu.

Wednesday, October 5, 2016

Finding The Track




Coba kita lihat, apa yang yang saya miliki sekarang?


Duduk di sudut yang nyaman di meja makan bundar, yang hanya 2 meter dari dapur impian berdinding bata putih, duduk di dekat jendela hingga bisa terlihat pohon ceri kesayangan dan langit biru, dengan beberapa menit sekali Nawla "sapa" untuk minta dibuatkan cemilan, makan sore, nanya arti kalimat, curhat, atau telur mentah yang pecah di meja saat dia coba goreng telor sendiri. Yang akhirnya saya mesti berjeda dari depan laptop untuk membersihkan dapur dari lelehan telur. Selesai bersihkan dapur dan Nawla beres makan dengan kenyang, kembali saya ke dunia di layar laptop pinjaman yang canggih ini, membuka Adobe, berbaur dengan warna-warna dan desain, sosial media, web yang sedang dirancang, cerita-cerita singkat yang mulai berdatangan di email, dan printables-printables lucu yang sedang diproduksi di kamar samping yang diubah menjadi "pabrik" kecil handmade product, yang jadi bagian dari bisnis yang sedang saya jalani. Lalu, sore menjelang, saatnya mengantarkan barang pesanan yang sudah jadi ke para pembeli di berbagai kota. Bersepeda dengan Nawla ke kurir dekat rumah. Pulang dari situ, kita bisa mampir dokter gigi langganan Nawla untuk sekedar cek gigi (yang sering gratisan, dokternya super baek.. semoga Allah memberkahi) atau kalau sedang happy, Nawla suka ntraktir ibunya makan Mie Aceh sepiring berdua. Kadang cuaca hujan, jadi kita harus hujan-hujanan naik sepeda. Begitu sampai rumah, kita langsung mandi, ganti baju tidur, sikat gigi dan sholat, lalu naik ke kasur dengan selimut putih favorit yang hangat bersama sebuah buku menjelang tidur...


What a dream Job.
Isn't it?



For me, yes, it is.
Syukur tak terhingga di sepanjang nafas pada Allah atas segala karunia ini.


Bila bicara soal angka. Berapa sih pendapatan saya dari bisnis online dan start up (yeah, bahasa gayanya sih begituu..) yang sedang saya bangun ini? Yaaah.. jika dibandingkan saya kerja kantoran yang seattle dengan jenjang karir jelas, mungkin yang saya dapet sekarang tidak seberapa. Saya tidak bisa beli gadget terbaru, apply credit card, beli baju atau any women branded stuffs, punya mobil, tempat nongkrong berkelas, dinner di restoran manapun kapanpun, nonton bioskop tiap ada film baru rilis, dan segala hal yang seringkali menjadi ukuran dari "kesuksesan" finansial di kota besar. Nope. I dont have any of it. 

But... I have what i wrote above. I have something that I do with my passion, and share it with others. Buat saya, itu sudah sangat luar biasa betapa Maha Baiknya Allah.. Setelah cukup lama saya "mencari" dalam masa-masa keruh saat post partum depression seusai melahirkan Nawla. That was like a dark time, I can't see anything. Masa-masa saya jobless karena saya gak bisa ninggalin Nawla, tapi juga saya gak bisa gak punya kerjaan karena sesungguhnya saya jauh lebih suka kerja ke mana-mana daripada di dalam rumah. Masa-masa saya menjalani pencarian untuk sekian kalinya dalam hidup. Masa-masa menghadapi apapun dengan pesimis dan akhirnya geleng kepala, no.. I cant do that.. Nawla gimana..? dan sebagainya.
I was totally a loser. 

Tapi, beruntungnya saya, masih ada para orang tua yang mendoakan dengan segenap jiwanya untuk keselamatan hidup anaknya. Walau  mereka mungkin tidak paham kesulitan-kesulitan yang menimpa anaknya di masa dewasa. Barangkali doa-doa itulah yang mengetuk pintu langit hingga Allah menurunkan pertolongannya bagi saya. To find these magical words; Why Not?

Bermula dari akhirnya saya mencoba melakukan hal yang paling dekat yang bisa saya lakukan; menulis novel. Obsesi yang ada sejak saya bisa menulis puluhan cerpen saat SMP. Tapi bahkan tidak mampu saya lakukan saat profesi saya justru seorang penulis. Lepas dari job-job freelance writer yang sempat saya jalani, akhirnya saya beranikan diri menulis novel. Kenapa tidak? toh, modalnya hanya laptop, listrik dan waktu. Dalam 3 bulan novel itu rampung di sela kehidupan saya sebagai istri dan ibu dari seorang balita. That was a magic! Saya bahkan tidak tahu, apa saya bisa menulis novel secepat itu lagi saat ini. Lalu setelah menulis novel tersebut? Well, actually I had nooo idea. Gak tau, ke mana saya harus tawarkan naskah ini, saya belum punya nyali membawanya ke penerbit manapun. Hingga suatu hari Allah mengenalkan saya pada seorang kawan baik yang bilang, kenapa gak terbitin sendiri? Waw. It was like.. u know.. like u lived in a cave for long long time, then u came outside and saw that the world had changed so much! Seiring dengan berkembangnya jutaan kesempatan untuk siapapun menjadi apapun, asal ia mau berkarya. 


So.. here I am now. Bermula dari, Why Not, Pit? Saya merangkak pelan ke jalur yang saya sedang jalani sekarang. Perlahan, tapi saya tahu, I've found the track. 
Dan yang paling membahagiakan, I dont bring my self alone, I walk with the things I love the most; book and story, and I walk with Nawla. She's beyond of all the ideas of what I built today. 
Pada dunia Nawla yang dulu sempat sulit saya pahami, kini ke sanalah saya belajar untuk hidup kembali. Menyelami dunia anak-anak yang ternyata jauh lebih jago dalam mempraktekkan mantra "Why Not".. 
"Kenapa gak boleh ini, Bu?? Kenapa gak boleh itu, Bu?? Kenapa enggak Buu..?? Aku mau cobaaa!"


See.. now I know where's exactly the idea of "Why Not" come from! Haha! :))
And I'm in that world now! Into the "Kids" business! ;) 
Bakalan sukses? Well... I dont know. It's just a beginning! :)) 
Satu-satunya cara untuk tahu adalah, lakukan.
Tapi..  apapun yang menjadi buahnya nanti, semoga itu buah yang bisa menebarkan manfaat.
Amiin... Doakan yaaa...!


This is what I mean of "Kids" Business : www.bukuku.club
;)










Thursday, April 21, 2016

Kenalan

Udah lama gak nulis tentang Nawla di blog ini. Lebih tepatnya udah lama gak nulis, hahaha!

Inspirasi nulis kali ini adalah hasil menembus kemacetan Jakarta 5 jam bolak-balik dari pinggiran Jakarta ke pusat kota. Satu hal yang sangaaat amaaat jarang saya lakukan, mengingat betapa sentimennya hati ini pada kemacetan Ibu Kota.

Semalam berdua Nawla kita naik Uber ke daerah Menteng. Uber Car selalu jadi pilihan terakhir, saat transportasi umum lainnya (yang lebih mureeeh) tidak bisa diandalkan ketika hujan deras cukup lama seperti kemarin. Dua jam setengah, Jagakarsa-Menteng. Lebih lama sedikit dari Jagakarsa-Karawang. Yang kalo nyampe rumah Nenek pasti suguhannya lengkap… Well, okay, kita ke Menteng aja sih pada akhirnya. Dan Alhamdulillah suguhannya pun lengkap (There was a tasty Spinachy Salad with Cashew Lime Dressing! Enak deh, itu oilnya apa aja ya..Ups! back to the note..).

Ada apa di Menteng? Sampe Emak paling ngirit sejagat ini belain naik uber macet 5 jam bolak balik? Ini karena “nganter” Nawla ke acara VIP Gathering-ya Facebook dan Girls In Tech. Kebetulan, nama yang tercantum di email undangan adalah nama Nawla, bukan Ibunya.. (hiks!). Kenapa bisa? Karena Nawla terlibat (dilibatkan dengan sukacita lebih tepatnya), dalam pitching start up idea Girls In Tech bbrp waktu lalu. Ibunya juga ikut sih, tapi kok gak diundang?? Kenapa? Kenapaa?? *teteup

Karena Nawla masih kecil, boleh dong dianter ajudan. Jadilah kita jalan berdua, gaya pisan pake Uber Car dan minta ditungguin sampe acara selese.. (beeeeeuhh! “Kayak orang kaya ya kita Bu!” kata Nawla).

Dan apa yang terjadi di sana? Makan-makan tentunya.. happy sekali Nawla nemu cake cokelat dan fruit tarlett yang direstui ibu untuk dimakan malem-malem..

(adegannya gini, “boleh nambah-nambah ya buu!” – suara nyaring.. Ibu: “hmm..” – gangguk maksa)


Acara di awali dengan sambutan dikit oleh Mba Anan dari Girls InTech dan Clair Deevy dari Facebook, trus kenalan deh semua tamu yang hadir, yang seluruhnya adalah perempuan! Cowo ada, jadi fotografer acara, hehe. Dan sayapun rada jiper pas tau siapa sebenarnya perempuan-perempuan yang hadir malam itu. Cantik semua. Cantik dalam konteks yang kalo kita deket mereka, auranya menyenangkan, penuh semangat, punya mimpi, humble, senyum terus, percaya diri. Keren-kerenlah. Terutama saat denger, hampir semuanya punya “bisnis” yang dibangun untuk membangun orang lain. Glek.

Acara ini adalah prelaunch gerakan #SheMeansBussniness – nya facebook. Yang mengangkat perempuan-perempuan pebisnis dari berbagai skala untuk dapat maju dan membangun bisnisnya lebih kuat dan memberikan impact positif bagi masyarakat sekitar. Tagline seru, “When Woman Succeed, we all win.”  
Uuuu…! Bener sih, hahaha! *mengerling bangga

Acara semalam penuh dengan pe-bisnis aka pengusaha. Tapi obrolan bukan tentang nominal, tapi lebih banyak tentang kolaborasi, berbagi inspirasi dan semangat, “Yuk bikin biar perempuan di pelosok..” “Yuk bikin, biar para disabilitas..” “Yuk bikin biar anak-anak..” Semua positif. Semua semangat. Semua dari kepala dan hati para perempuan.

Dan tiba giliran saya untuk kenalan. Pastinya Nawla juga saya suruh berdiri, dia yang diundang! (emak masih dendam ajee). Saya kenalan dengan agak malu-malu (-in), saya cuma bilang punya bisnis kecil yang berhubungan dengan dunia anak, kebetulan terjerembab ke bisnis itu juga karena saya punya anak. Lalu saya cerita tentang Projek Bukuku, salah satu bisnis yang sedang saya rintis bersama calon Bos yang belum cukup umur ini.

Anyway, di ruangan itu ada para tamu yang sengaja datang meski bukan pengusaha (mereka bilang “masih karyawan”), karena ingin belajar jadi pengusaha biar waktu sebagai istri dan ibu lebih fleksibel. Yup, inilah dilemma semua perempuan pekerja di dunia, pastinya akan dihadapkan pada realita soal jadi istri dan ibu. Lalu komentar itu ditanggapi oleh salah satu yang hadir, bahwa jadi pengusaha belum tentu waktu lebih fleksibel, yang ada tidur makin dikit, pikiran makin banyak! Hahaha, bener juga!

Tapi malam itu saya tiba-tiba kepikir untuk bilang, Saya istri, juga Ibu, saya berbisnis, dan juga ngasuh anak. Saya tetap masak dan berusaha tidak lepas solat jamaah sama anak. Dan bisnis yang saya jalani, pada akhirnya untuk anak. Bukan sekedar penghasilan nominalnya untuk anak, tapi juga ilmu dan pengalamannya. Itulah kenapa malam itu saya belain datang jauh-jauh pake uber mahal untuk datang bersama Nawla. Karena belum tentu kesempatan semewah ini bisa saya kasih ke Nawla di lain waktu.

Ketika Nawla tau bahwa dia diundang oleh facebook, dia cerita ke teman-temannya. Temannya bilang, gak boleh anak kecil main fesbuk! Banyak foto-foto jelek dan orang jahat! Hahaha! Trus Nawla cerita ke ibunya. Saya bilang, nanti kita lihat bagaimana seharusnya Nawla kenal Facebook. Dan Nawla malam itu ketemu Clair Deevy, Head of Economy Growth APAC – nya Facebook. Clair antusias sekali dengan Nawla (mungkin gak nyangka bakal ada anak kecil ompong dateng, wkwkwk!), Clair sendiri yang bilang Nawla boleh buka akun facebook juga instagram saat umur 13 tahun. Itu peraturan yang harus ditepati dan gak boleh boleh bohong tulis tahunnya (hayoooo… siapa yang under 13 udah buka akun?? ).
With Claire Deevy
Dan malam itu Nawla saya ajak kenalan juga dengan owner-owner bbrp korporasi yang cukup besar dan sukses. Dan pastinya Nawla mendengar langsung, bagaimana para pengusaha perempuan itu membangun bisnisnya untuk mengalirkan kebaikan bagi sesama. Dan inilah tentang facebook yang Nawla dengar untuk pertama kalinya. Langsung dari para user-user yang positif. 

Facebook atau Instagram, saya bilang pada Nawla, adalah wadah. Sama kayak mangkok atau gelas. Baik atau tidaknya, kita yang tentukan isinya. Nawla lihat mereka yang membangun bisnis online-nya dari kecil, pelan-pelan melibatkan masyarakat sekitar, pelan-pelan maju, dan akhirnya sukses. Jatuh bangun, tapi nilai kebaikan yang menguatkan mereka untuk maju. Facebook ada, Instagram ada, sebagai jendela buat mereka bertemu dengan kita, buat Nawla bertemu dengan banyak orang di seluruh dunia. Dan pada akhirnya jadi tempat untuk menebar kebaikan, tanpa batas. Dan semangat ini berlaku di seluruh tempat, di seluruh wadah, bukan hanya facebook dan instagram.

Kami gak bisa ikut ngobrol lebih lama, karena Nawla satu-satunya tamu yang harus sekolah besok paginya, hehehe! Pas turun lift Nawla cuma bilang, “Nanti buatin aku kartu nama ya Bu..” 
beuuuh! Hahaha!


That’s all! Kami memang cuma makan kue manis malam-malam, chit chat sana sini, tukeran no HP, dan saling mengirim inspirasi. Tidak lama-lama, tapi sangat memenuhi isi kepala. Saya gak tau apa yang memenuhi isi kepala Nawla, dia langsung tidur saat masuk mobil. Jauh di hati terdalam saya cuma bisa doa, semoga ini langkah yang benar. Saya ingin memberikan yang terbaik yang saya bisa.

Semua anak SD sekarang udah kenal facebook dan instagram. Bbrp bahkan sudah punya akun, nawla juga sempat minta dibuatkan instagram, krn temannya punya, tapi saya belum ijinkan. Malam itu saya harap, jadi tempat pertama Nawla mengenal Facebook dan Instagram yang sebenarnya. Berkaryalah dulu, berbuat baiklah selalu, belajar menulis yang baik, belajar memotret hal-hal baik, barulah Nawla bagi semua itu di facebook dan Instagram.

Yah, semua perjalanan ribet 5 jam dari pedalaman ke tengah kota ini pada akhirnya hanya tentang satu hal: Ibu mau mengenalkan Facebook dan Instagram pada Nawla. Itu aja. Mengenalkan pada pengertian yang terbaik yang ibu mampu berikan. Oleh-oleh kami cuma inspirasi dan kolaborasi yang semoga bisa kami bangun untuk kebaikan. Jika belum baik, semoga Allah berbaik hati meluruskan.

Dan sejauh ini, 7 tahun bersama Nawla, rasanya gak bisa minta yang lebih sama Allah. Saya tengah mendampingi gadis kecil baik hati yang luar biasa. Yang baginya, gak ada beda menikmati hujan di bawah sunroof mobil SUV ato di atas sepeda tua ibunya saat harus basah kuyup nganter pesanan. Dia tumbuh di rumahnya yang nyaman tapi kuat di jalanan, di era nonton youtube di tivi besar tapi akrab main di kebon pisang, eksis ikut  gathering mewah tapi akrab ama tukang kue rangi dan nongkrong makan di pinggir jalan. She has nooo problem in any kind of situation. So sweet and humble. Walo kadang Ibunya suka nyerah kibas-kibas denger mulutnya yang gak berenti ngomong, hahaha…

Semoga Allah selalu menjaga, ya Naw… love u
Semoga semua pelajaran yang ibu kasih, nempel yang baik-baiknya yaaa…
Tumbuh jadi perempuan yang kuat, yang eksis di jalan kebaikan!

Amin.

Thursday, November 5, 2015

Daun-daun Ceribu



Ada sebuah rumah mungil yang sederhana, tapi terlihat sangat nyaman. Terutama bila kita memandangnya di tengah hari yang sangat terik. Mengapa? Karena ada sebatang pohon Kersen besar di samping rumah itu yang menaungi hampir seluruh halamannya yang tidak berpagar. Jadi, meski panas menyengat di tengah hari, halaman dan rumah mungil itu selalu terasa sejuk.

Pohon Kersen besar itu bernama Ceribu. Pohon kersen yang sangat disayangi oleh semua penghuni rumah mungil itu, terutama oleh si gadis kecil putri semata wayang sang pemilik rumah. Nauli nama gadis kecil itu. Dan Ceribu, adalah nama yang diberikan Nauli saat pohon Kersen itu ditanam di samping  rumahnya. Nauli dan Ceribu seperti dua sahabat yang saling menyayangi. Setiap pagi, sebelum rutinitas menyiram halamannya, Nauli selalu menyapa dan memeluk Ceribu.

“Selamat pagi, Ceribu. Apa kabar? Terima kasih untuk kesejukan pagi ini, juga untuk buah-buahmu. Sehat terus yah Ceribu sayang...”

Maka setiap pagi  juga, Ceribu selalu memberi hadiah luar biasa berupa buah-buah Kersen matang segar dan merona yang dijatuhkannya di atas rumput halaman.Nauli bilang, buah Ceribu adalah buah Kersen termanis di dunia! Di bawah Ceribu yang sejuk ada sebuah bangku kayu panjang lengkap dengan meja kayunya yang juga panjang. Ayah yang membuatnya untuk siapapun yang mau menikmati keteduhan pohon itu. Nauli dan teman-temannya sering belajar bersama di situ, juga Ibu dan beberapa Ibu lainnya sering bercengkrama di bangku kayu itu. Nauli ingat betul kata-kata Ayah saat membuat bangku itu dengan susah payah,

“Semakin banyak orang yang bisa menikmati halaman dan pohon ini, maka Tuhan akan selalu memberkahi pohon ini agar bisa sehat terus dan berbuah lebat untuk dinikmati siapapun!”

Lalu,  pada suatu hari, musim hujan tiba. Kemarau panjang yang terik untuk sementara digantikan oleh musim hujan yang sejuk namun penuh angin dan becek. Pada suatu subuh yang masih gelap, Nauli merasakan ada air di lantai kamarnya. Semalam hujan memang turun sangat deras dan baru berhenti menjelang subuh. Tak lama, terdengar suara cukup gaduh dari luar. Nauli berlari dan mendapati Ayah dan Ibu yang terkejut melihat lantai ruang tamu telah dibanjiri air setinggi mata kaki.Ternyata, kampung kecil tempat Nauli tinggal itu, kebanjiran.

Semua warga akhirnya bahu-membahu mengatasi banjir. Dan rupanya.. di ujung got besar saluran air, banyak ditemukan daun-daun dari pohon kersen. Dan karena jumlahnya sangat banyak, ditambah beberapa sampah plastik dan botol, daun-daun tersebut hampir menutupi ujung saluran air. Setelah saluran dibersihkan, barulah air dapat mengalir dengan lancar kembali dan banjir berangsur surut. Karena kejadian itu, beberapa warga mengusulkan agar Pohon kersen satu-satunya di Kampung itu yaitu Ceribu, ditebang. Nauli dan keluarganya sangat terkejut.

“Tidak boleh! Ceribu tidak boleh ditebang! Setiap pagi Ibu selalu menyapu halaman membersihkan daun-daun yang jatuh, bukan salah Ceribu bila daunnya berjatuhan..” teriak Nauli.

Ayah menenangkan Nauli. Ayah menjelaskan bahwa ia sangat mengerti bahwa pohon Kersen adalah pohon yang sangat mudah gugur daunnya. Setiap hari halaman rumah mereka memang selalu dipenuhi daun-daun kuning Ceribu. Dan ibu yang selalu menyapunya. Namun karena Ceribu semakin besar, dahannya kian bertambah dan memanjang hingga keluar halaman, ada daun-daun yang tak sengaja berjatuhan di atas selokan dan akhirnya ikut mengalir ke got yang besar dan menumpuk di ujung.

“Kalau begitu, mengapa kita tidak membersihkan got saja bersama-sama setiap hari? Aku mau ikut membersihkannya, Ayah! Aku mau mengambil daun-daun Ceribu yang jatuh ke selokan! Tapi aku mohon Ceribu jangan ditebang... nanti kita tidak bisa lagi duduk dengan teduh dan makan buah-buahnya lagi..” Nauli terus memohon pada Ayahnya.

Para warga yang melihat Nauli menangis dan memohon akhirnya ikut tersentuh. Mereka menyadari Ceribu bukan sekedar pohon. Ia adalah bagian dari kampung ini. Tempat siapapun bisa berteduh bila siang sedang terik. Tempat anak-anak di kampung itu belajar, bermain, memanjat pohonnya dan makan buahnya yang segar, manis dan tak pernah habis.

“Nauli benar, bukan Ceribu yang harus kita tebang, tapi kita yang harus rajin membersihkan saluran air dan lingkungan kita.” Tiba-tiba Pak RW mengeluarkan suaranya. Semuanya mengangguk-angguk membenarkan saran itu.

Nauli memeluk Ayah dan Ibu dengan lega.

“Aku juga sayang para tetangga semua! Karena kata Ayah, semakin banyak orang yang menikmati pohon kami, Tuhan akan semakin memberkahinya.. Terima kasih semuanya..!” Ujar Nauli.

Para warga sangat terharu.Mereka berjanji akan lebih kompak menjaga dan membersihkan lingkungan, terutamabila musim hujan datang.

Diluar, dihalaman rumah Nauli. Ceribu tergoyang pelan. Di balik rimbun daun dan lebat buahnya, Ceribu tersenyum bahagia. Tidak ada yang lebih membahagiakannya selain disayangi dan dijaga oleh para manusia disekelilingnya.

--- selesai ---




Pekerjaan Penting Pepe




Perkenalkan, namaku Pepe. Aku adalah seekor Tupai. Walaupun aku termasuk hewan yang mungil, tapi aku punya pekerjaan penting di sini! Nah, ku harap kau sedang duduk manis di tempat yang nyaman, karena aku akan menceritakan satu kisah penting yang membuatku punya pekerjaan penting. Dan mengapa kau harus mendengar cerita ini? Ssst.. nanti akan ku beri tahu!
Baiklah, aku  akan mulai ceritanya.

Ada sebuah tempat yang indah bernama Hutan Palolo di atas sebuah bukit.  Hutan ini kecil, maka jika kau melihat dari jauh di luar bukit, kau akanmelihat bukit ini seperti punya jambul berwarna hijau. Ya, itulah Hutan Palolo. Karena berada di puncak bukit, maka kami para penghuni hutan, harus turun bukit bila ingin mengambil air. Karena sungai terdekat hanyalah sungai kecil Lulubi yang berada di lembah. Perjalanan jauh menuju sungai, membuat beberapa penghuni hutan kesulitan untuk mengambilnya. Nah... di sinilah pekerjaan penting  yang aku maksud! Aku adalah si pengangkut air! Setiap hari aku bolak balik dari lembah ke bukit untuk mengangkut air dengan kantong-kantong air andalanku! Dan ternyata pelanggan setiaku makin banyak. Para Penghuni hutan ini rupanya sangat doyan minum dan main air! Mereka semua sangat mengandalkanku! Aku bangga sekali dengan pekerjaan  ini.

Hingga suatu hari...
Aku melihat air sungai berwarna cokelat pekat! Dandaerah kering pinggiran sungai semakin lebar, yang  artinya, air sungai sedang menyusut. Beberapa bulan ini sungai memang cepat menyusut, sepertinya karena kemarau panjang yangmelandaDan di hari itu aku melihat air sangat menyusut dan kotor sekali! Alirannya membawa sampah-sampah entah dari mana. Aku tak tega mengisi kantong airku, pasti rasa airnya sudah tidak enak untuk diminum. Akhirnya aku pulang dengan kantong kosong dan hati yang kecewa.
Seluruh penghuni hutan berkumpul dengan wajah cemas saat aku bercerita tentang  keadaaan sungai Lulubi. Akupun, cemas bukan kepalang.
“Kita harus mencari sungai yang lain..” Kata Lambo, si Rusa betina yang cantik. “Aku harus mandi 5 kali sehari! Agar tetap segar dan cantik!”
“Benar.. di manakah sungai terdekat selain Lulubi yah?” GumamBoris beruang berbadan besar. “Aku harus minum 10 kantong setiap aku fitnes!” Raungnya murung.

Semua binatang tertunduk sedih dan bingung. Aku juga. Bagaimana cara mencari sungai?
Aha! Kenapa aku tidak memanjat ke ujung Paloloja? Paloloja adalah pohon jati tertinggi di hutan ini, sekaligus tertua. Akarnya yang menyembul ke atas tanah bisa sebesar 3 Boris yang berjejer. Dan untuk memeluk batangnya, mungkin perlu 20 hewan saling berpegangan tangan. Paloloja besar dan tinggi sekali. Juga galak. Duh!Maka, dengan sangat hati-hati aku menjelaskan masalah ini dan meminta ijin pada Paloloja untuk memanjatnya hingga ujung. Paloloja tidak menjawab, hanya berdehem. Lalu kulihat salah satu batangnya mengayun ke bawah untuk mempersilakan aku naik. Wah, ternyata Paloloja tidak segalak yang selama ini kita pikirkan!
Akhirnya aku naik sampai ujung atas Paloloja. Pamandangannya sungguh indah luar biasa! Dunia itu luas sekali, Kawan! Rasanya aku ingin bertualang! Ups! aku hampir lupa pada tujuan utamaku mencari aliran sungai lain. Aku lemparkan pandangan ke sekeliling lembah, tapi.. tak ada tanda-tanda aliran sungai lain selain Lulubi yang dari kejauhanpun terlihat bernarna cokelat pekat.
Tiba-tiba aku mendengar suara berdehem tebal yang lebih kencang..
“EHEM.. PEPE...”
Aku terkejut. Bulu-buluku sepertinya berdiri semua. Itu.. itu Paloloja yang berbicara! “I..i..iyaa.. Paloloja?”
“TAK PERLU KAU MENCARI AIR DARI TEMPAT TERTINGGI, JUSTRU DI BAWAH SANA AIR MENGALIR...”
Aku terkejut luar biasa.“Di bawah? Bawah mana, Paloloja?” tanyaku hati-hati.
“DI UJUNG AKAR TUNGGANGKU YANG MENUKIK KE DALAM TANAH.”
Mataku membulat lebar. Ya ampun! Tentu saja!  pikirku. Air bawah tanah! 
“Terima kasih untuk informasinya Paloloja! Aku akan menggali tanah untuk mencari air!” Aku langsung melompat turun.
Tapi tiba-tiba2, sebuah dahan besar menarikku kembali ke atas.
“TIDAK SEMUDAH ITU, TUPAI KECIL!”
Badanku langsung gemetar. “Ma..maksudmu apa ya Paloloja..?” Aku makin gemetar.
“KAU HARUS BERJANJI SATU HAL PADAKU, BILA TIDAK.. AKU TAK AKAN MEMBIARKANMU TURUN DARI ATAS SINI!”
Rasanya perutku melilit sekali mendengar ancaman itu.. “Jan..janji apa itu Paloloja..?” Mulutku juga gemetar.
“BERJANJILAH UNTUK TIDAK MENGGUNAKAN AIR TANAH DENGAN SEENAKNYA! PERGUNAKAN SESUAI DENGAN YANG KAU PERLUKAN. KARENA BILA KAU BOROS, KELAK TAK AKANADA LAGI AIR UNTUK KALIAN HIDUP! DAN BILA ITU TERJADI... AKU TAK AKAN PERNAH MEMBANTU LAGI, BAHKAN.. MUNGKIN AKU AKAN MENGUSIR KALIAN PERGI DARI HUTAN PALOLO INI!”
Aku sungguh gemeteran, tapi aku langsung mengangguk cepat! “Baik Paloloja! Aku berjanji akan menggunakan air itu dengan sebaik mungkin!”
“BUKAN KAMU SAJA!”
“Oh! Iya..iyaa.. Paloloja! Aku akan memberitahu seluruh penghuni hutan ini! Aku janji Paloloja!”

Singkat cerita... Aku bersama sekelompok penghuni hutan dipimpin oleh Baruba si tikus tanah, berhasil menyelesaikan proyek penggalian sumur hutan. Kini kami dapat mengambil air dengan lebih mudah! Tapi.. sesuai janji kami pada Paloloja, kami tidak lagi menghambur-hambur air dengan boros. Kami tidak mau lagi kesulitan air! Maka kami akan menjaga sumur ini dengan sebaik mungkin. Dan aku? Yaa.. aku memang kehilangan pekerjaan pentingku sebagai pengangkut air handal. Tapi kini aku punya pekerjaan penting lain! Yaitu, menjaga sumur dan berpatroli mengingatkan siapapununtuk hemat air. Termasuk mengingatkanmu, Kawan! Kini kau tahu mengapa aku menceritakan kisah ini padamu, bukan? Sungguh.. ini pekerjaan yang tidak mudah,karena masih banyak yang bandel dan tidak percaya kalau Paloloja pernah berbicara padaku tentang hemat air. Tapi aku tahu ini penting! Dan aku suka pekerjaan penting!

--- selesai ---